Satu lagi, buku yang punya jawaban berbeda, ketika menjelaskan pengertian “filsafat”. Spoiler: menggunakan pendekatan marxian.
Catatan ini saya tuliskan setelah membaca Demarcation and Demystification: Philosophy and its Limits, tulisan J. Moufawad-Paul, dari penerbit Kersplebedeb Publishing, Montreal, Quebec Canada, tahun 2021.
Apa yang Akan Kita Baca di Sini
Luangkan waktu 10 menit, kita akan menjawab pertanyaan berikut:
- “Apa itu filsafat?”
- Mengapa para filosof, termasuk filosof kontemporer, sering gagal dalam menjelaskan “filsafat”.
- Mengapa “filsafat” [hanya] bisa dijelaskan dengan “materialisme dialektis”?
- Bagaimana pendekatan dalam memahami filsafat? Termasuk menghapus kesenjangan antara teori dan praktik.
- Apa saja batasan-batasan kunci dalam filsafat?
- Bagaimana praktik berfilsafat yang menggabungkan antara pemahaman teoritis dan aksi revolusi?
Pertanyaan “Apa itu filsafat?” sudah lama ada. Para filosof punya jawaban dan pendekatan berbeda dalam menjelaskan dan memahami “filsafat”. Kebanyakan dari mereka, menjelaskan filsafat sebagai “berpikir kritis” dan “disiplin berpikir”. Wittgenstein menjelaskan filsafat sebagai “klarifikasi pemikiran yang logis”, dengan pendekatan “bahasa” dan “logika”. Para filosof posmodernisme dan postrukturalisme berputar-putar.
J. Moufawad-Paul menjelaskan filsafat melalui lensa “materialisme dialektis” dan praktik revolusioner. Ide-ide dan konsep-konsep harus dihubungkan dengan kondisi material dan sosial. Filsafat tidak hanya menjadi aktivitas teoretis, tetapi juga terkait erat dengan praktik politik dan perubahan sosial. Filsafat berfungsi sebagai alat untuk memahami dan mengubah dunia, bukan hanya sebagai latihan abstrak dalam pemikiran. Penting untuk melihat konteks historis dan sosial dalam pembentukan pemikiran filsafat.
Kesalahan Problematik dalam Menjelaskan “Filsafat”
Pendekatan filsafat sering dalam problematik. Para filosof sering terjebak dalam “kesalahan” ketika menjelaskan apa itu filsafat.
Abstraksi berlebihan, memisahkan filsafat dari kondisi material dan historis, padahal, filsafat harus selalu terhubung dengan realitas material dan konteks sosial-politik.
Pendekatan idealisme, memisahkan ide dari realitas material. Filsafat harus diinformasikan-oleh dan berinteraksi-dengan kondisi material, bukan hanya menjadi latihan dalam spekulasi teoretis. Tidak bisa mendefinisikan filsafat dengan mengabaikan “materialisme dialektis”, karena ini yang menjadi alat penting untuk memahami dan mengubah dunia. Kurang fokus pada perubahan sosial dan praktik revolusioner, akibatnya, tidak terjadi perubahan. Sikap para filosof terbukti problematik ketika menjauh dari praktik revolusioner dan politik.
Mengapa “Materialisme Dialektis”?
Menurut J. Moufawad-Paul, menjelaskan “filsafat” (ini berarti: praktik berfilsafat) tida bisa terlepas dari “materialisme dialektis”.
Mengapa harus dengan “materialisme dialektis”?
Realitas material merupakan dasar pemahaman. Segala bentuk pemikiran, termasuk filsafat, harus berakar pada realitas material.
- Materialisme dialektis berfokus pada kondisi material dan sejarah, menyediakan kerangka kerja untuk memahami bagaimana ide-ide dan konsepsi dunia terbentuk dan beroperasi dalam konteks nyata.
- Materialisme dialektis menjelaskan dan mengatasi kesenjangan antara teori dan praktik. Pendekatan idealisme tidak berhasil, karena memisahkan ide dari basis material dan historis filsafat itu sendiri, akhirnya filsafat menjadi abstrak, tidak relevan dengan problem nyata dalam masayarakat.
- Materialisme dialektis menyatukan ide dengan kondisi material masyarakat. Filsafat merupakan alat perubahan sosial. Bukan sekadar alat untuk memahami dunia.
- Materialisme dialektis berfokus pada kontradiksi dan perubahan dalam masyarakat, membantu mengidentifikasi titik-titik di mana intervensi politik dan sosial memiliki efek yang terlihat.
- Materialisme dialektis membuat filsafat terlibat dalam memahami dan membentuk perjuangan material, seperti perjuangan kelas, ras, gender, dan ekologi.
Pendekatan Kontemporer Terjebak dalam Problematik
Posmodernisme dan postrukturalisme itu problematik.
- Mereka skeptical [dan menolak] narasi besar atau teori umum yang mencoba menjelaskan realitas sosial secara menyeluruh.
- Tidak punya kerangka kerja teoritis yang dapat menyatukan bermacam-macam fenomena sosial dan politik. Penolakan terhadap narasi besar dapat menghambat pemahaman dan aksi politik yang efektif.
- Mereka mempertanyakan konsep kebenaran objektif dan melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang tersebar luas dan tidak terpusat (decenter).
- Mereka memperhatikan bahasa dan diskursus sebagai pembentuk realitas sosial. Ini pengabaian kondisi material dan ekonomi yang mendasari fenomena sosial dan politik.
- Pemikiran post-Marxis juga telah mengabaikan dan meninggalkan analisis kelas. Ini bertentangan dengan agenda Marxisme untuk perubahan.
Pendekatan dalam Memahami “Filsafat”
Menurut J. Moufawad-Paul, filsafat harus..
- .. terhubung dengan realitas material dan sejarah nyata, bukan hanya abstraksi dan teori. Ide-ide filosofis harus dianalisis dalam konteks kondisi material dan sosial yang menghasilkannya.
- Filsafat adalah alat untuk perubahan sosial, bukan hanya untuk menjelaskan dunia.
- Tidak terpisahkan dari raelitas material dan sejarah.
- Berdasarkan pada “materialisme dialektis”, yang melihat konflik dan perubahan dalam masyarakat sebagai hasil dari kontradiksi material.
- Fokus pada praktik revolusioner. Bukan hanya berkembang melalui diskusi teoretis.
*) Ini sebabnya, filsafat harus mengalami “demistifikasi”. Bukan lagi metafisika, melainkan fisik-material dalam “materialisme dialektis”.
Pemikiran J. Moufawad-Paul tidak terlalu baru. Yang baru dan berbeda adalah konteks pemikirannya yang spesifik serta caranya mengintegrasikan ide-ide ini dalam merespons tantangan-tantangan filsafat kontemporer.
Batasan-batasan Kunci dalam Filsafat
- Filsafat memiliki batasan dalam mengatasi realitas material secara langsung. Filsafat tidak bisa menggantikan praktik material, revolusioner, dan aksi politik dalam mengubah kondisi sosial.
- Filsafat selalu terikat dan dibentuk oleh kondisi historis dan material spesifik. Tidak bisa sebenuhnya lepas dan obyektif.
- Filsafat sebatas menginspirasi dan memberikan kerangka kerja perubahan, sedangkan perubahan itu membutuhkan aksi dan intervensi praktis di luar ranah teoretis filsafat.
- Filsafat dapat terjebak dalam abstraksi berlebihan yang tidak terhubung dengan masalah dan kebutuhan material.
- Filsafat harus bergabung dengan praktik revolusioner dan analisis material, untuk melampaui batasan teoretis filsafat dan mencapai perubahan sosial yang nyata.
Praktik Berfilsafat
Seperti apa praktik berfilsafat.. yang menggabungkan teori dengan praktik revolusioner dan analisis material?
Teori Kritis dalam Gerakan Sosial
Filsafat untuk mengembangkan pemahaman kritis tentang kondisi sosial dan politik, dari sini kemudian merancang dan menjalankan strategi untuk gerakan sosial atau politik.
Seperti apa bentuknya?
- Analisis Kelas. Memahami bagaimana ketidaksetaraan ekonomi dan kekuasaan membentuk kondisi sosial, dengan cara mengkaji bagaimana kebijakan ekonomi dan struktur kapitalis mempengaruhi berbagai kelas sosial dan menciptakan konflik kelas.
- Memahami bagaimana ideologi berfungsi dalam masyarakat, mengenali dan menantang ideologi yang mempertahankan status quo dan ketidakadilan sosial.
- Mengembangkan strategi gerakan untuk mengatasi ketidakadilan struktural, dalam bentuk: pendidikan politik, kampanye kesadaran, dan aksi langsung.
- Interseksionalitas. Melihat dan mengatasi berbagai bentuk penindasan (seperti ras, kelas, gender, orientasi seksual).
- Refleksi Kritis dan Evaluasi. .. terhadap pendekatan dan praktik yang sudah dilakukan.
Pendidikan Politik
Memakai pendidikan sebagai alat kesadaran kelas dan politik. Menjelaskan prinsip “materialisme dialektis”, memperlihatkan bagaimana kondisi material dan sejarah mempengaruhi ideologi dan kebijakan sosial. Dunia bukan hanya sebagai serangkaian peristiwa dan ide, tetapi sebagai hasil dari kontradiksi material dan perjuangan kelas. Menghubungkan teori dan praktik, menerapkan dalam konteks nyata, termasuk organisasi sosial, aktivisme, dan strategi politik. Kritik ideologi dominan yang mempertahankan status quo, menantang narasi-narasi yang menjustifikasi ketidaksetaraan dan penindasan.
Pendidikan politik merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi dan adaptasi konstan terhadap kondisi yang berubah, sehingga terus melakukan pembaruan, penyesuaian, dengan realitas sosial yang berkembang. Mendorong partisipasi aktif, menanamkan skill dan kepercayaan diri bagi peserta didik untuk terlibat dalam perjuangan sosial dan politik.
Analisis dan Kritik Kebijakan
Menggunakan “materialisme dialektis” sebagai lensa analisis. Mengidentifikasi kepentingan kelas. Mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut. Kritik terhadap ideologi dominan yang mendasari kebijakan, mempertanyakan asumsi dan nilai, serta melihat pembenaran narasi di balik kebijakan. Mendorong aksi dan perubahan, mengorganisasi kampanye, mobilisasi masyarakat, dan mengembangkan kebijakan alternatif yang lebih adil dan inklusif.
Pembangunan Komunitas dan Organisasi Basis
Mobilisasi dan pemberdayaan komunitas dengan melibatkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran politik dan kemampuan organisasi di antara anggota komunitas. Mengevaluasi dan menantang struktur kekuasaan yang ada, baik di dalam maupun di luar komunitas, dengan mengidentifikasi dan menentang praktik-praktik yang memperkuat ketidaksetaraan dan penindasan. Menggalang kerjasama dan solidaritas. Menekankan pada penerapan praktek revolusioner, dengan mengintegrasikan strategi dan taktik yang berorientasi pada transformasi sosial radikal dalam pembangunan komunitas dan organisasi.
Analisis Konflik dan Resolusi
Pemahaman konflik sebagai manifestasi dari materialisme dialektis. Kritik terhadap solusi yang berorientasi pada status quo. Resolusi konflik yang melibatkan pemberdayaan komunitas dan individu yang terkena dampak konflik untuk menjadi bagian dari proses resolusi. Pendidikan dan pelatihan. Aksi kolektif dan solidaritas sebagai bagian dari resolusi.
Kritik Media dan Kebudayaan
Mengungkapkan cara-cara produksi budaya yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh struktur sosial dan politik, untuk pengembangan bentuk-bentuk ekspresi budaya alternatif.
Menganalisis bagaimana media dan kebudayaan mencerminkan dan memperkuat struktur kelas dan kekuasaan. Periksa siapa yang mengendalikan media dan produksi budaya. Periksa pemebntukan narasi dan ideologi dominan yang mendukung status quo. Memahami media kapitalisme, termasuk promosi konsumerisme dan reproduksi relasi kelas. Fokus pada media alternatif dan kebudayaan rakyat. Menantang narasi dominan dan memberikan ruang untuk suara-suara yang biasanya dimarginalkan. Koneksi kritik ke arah kesadaran politik dan mendorong perubahan sosial.
Beberapa catatan tambahan dari saya. Sebaiknya, kamu baca langsung bukunya, jangan percaya pada ringkasan yang saya buat. [dm]
Day Milovich,,
Webmaster, artworker, penulis tinggal di Rembang dan Kota Lama Semarang.