Bagaimana menciptakan adegan emosional, agar tergambarkan secara visual?

Atau pertanyaan ini: Bagaimana cara saya menggambarkan perasaan menjadi adegan dalam cerita? Mengapa saya kesulitan menuliskan apa yang saya pikirkan menjadi suatu cerita?

Problem ini sering terjadi dalam penulisan cerita fiksi, features, script film, puisi, dll. Ketika orang kebingungan menggambarkan perasaan, yang sebenarnya terjadi adalah kebingungan menuliskan “emosi” ke dalam adegan, menjadi sesuatu yang terbayangkan.

Daftar Kata yang Terhubung dengan “Emosi”

Kata “emosi” memiliki hubungan dengan kata-kata berikut ini:

bersedia menerima, kagum, memangkas, memuja, agitasi, mengancam, heran, terhibur, marah, menderita, gangguan, antisipasi, gelisah, lega, khianat, percaya, konflik,, bingung, terhubung (klik), terhina, penasaran, putus-asa, hancur, kecewa, tak-percaya, putus-asa, jijik, kecewa, tak-puas, ragu, takut, ambisi, gembira, menukas, terlecehkan, empati, iri, euforia, berani, depresi, stres, frustasi, bersyukur, sedih, kecewa, benci, rindu, mengharap, lugu, masa-bodoh, terhina, histeris, tak-sabar, tak-layak, abai, marah, tak-aman (tidak aman), terinspirasi, terintimidasi, kesulitan, cemburu, cinta, bernafsu, murung, terharu, berlebihan, nostalgia, terkesan, kemalahan, panik, paranoia, damai, kasihan, senang, tak-berdaya, bangga, sesal, bantuan, enggan, ngambek, hasrat, puas, mencemooh, nista, sadis, masokhis, malu, syok, dominasi, kering, keras, tertipu, heran, curiga, simpati, teror, menjilat, tak-diharapkan, tak-pasti, tak-mudah, bernilai, rentan, bugar, tak-enak, lezat, rusak, macet, beku, kecanduan, bergairah, tertarik, bosan, dingin, haus, kesulitan, lelah, pulih, panas, lapar, penyakit, bergetar, sangat-terangsang, rasa sakit, rileks, tertekan.

Mungkin kamu punya kata-kata lain.

Cobalah pilih 1 kata dari daftar di atas, kemudian jadikan kalimat. Besar kemungkinan, itu akan menjadi adegan yang “emosional”.

Jika adegan yang akan kamu buat, berhubungan dengan beberapa kata di atas, itu artinya, kamu siap membuat adegan yang “emosional”.

Jadi, bagaimana tipsnya?

Cari (dan Ganti) Kata-kerja Pikiran

Hindari “kata-kerja” pikiran (thought verb). Kata kerja yang hanya bisa dilakukan dengan pikiran. Misalnya: berhasrat, marah, dll. Ketika kamu menuliskan: “Shinta marah kepada Dani”. Orang tidak bisa bayangkan itu, seperti apa marah Shinta. Yang bisa dibayangkan, jika ada gerakan dan visual. Jadi, jangan menuliskan kata-kerja pikiran, kalau kamu ingin perasaanmu sampai kepada pembaca atau penonton.

Ubah kata-kerja pikiran menjadi kalimat yang menggambarkan gerakan dan visual.

Bukan hanya kata-kerja pikiran. Kata sifat, kata keterangan, jika belum “bergerak” dan belum “tampak”, sebaiknya kamu ubah.

Apa Tujuan Adegan Ini?

Tentukan. Jadikan 1 kalimat. Ini kalimat yang akan kamu uraikan menjadi sebuah adegan.

Tidak seperti karya ilmiah, kamu tidak harus cantumkan kalimat ini sebagai kalimat utama. Tidak harus implisit. Pembaca lebih baik tidak tahu, apa tujuanmu menuliskan adegan ini. Jadi, jangan menyatakan apa tujuan adegan ini kepada pembaca.

Berikut ini, 3 contoh “tujuan adegan”:
+ Shinta merasa gagal menjadi seorang isteri setelah keguguran.
+ Melihat nilai anaknya bagus, Shinta merasa bangga di hadapan orang-tua lain.
+ Setelah menjadi selebgram, Mia membalas dendam kepada mantannya, dengan membuat cerita palsu.

Tujuan adegan itu singkat, jelas, dan terukur. Abaikan seperti apa rumitnya penggambaran adegan ini. Yang penting, kamu punya tujuan mau menuliskan apa.

Tentukan Pemicu Adegan

Kamu perlu pemicu. Meledak atau tidak, emosi selalu berawal dan disusul dengan pemicu. Mengapa orang ini “marah”? Setelah “marah” mau apa?

Emosi tidak dapat dipaksakan.

Buat pemicu. Kreativitas itu aksi-reaksi. Berikan aksi agar orang kreatif, maka reaksi akan kreatif. Berikan aksi ungkapan yang menyentuh empati, maka reaksi berupa empati akan terjadi.

Tidak selalu terjadi, namun begitulah jalannya: buat pemicu.

Kamu tidak bisa “memaksa” pembaca untuk emosional. Kamu hanya bisa memicu emosi pembaca. Jadi, jangan meminta pembaca untuk bersimpati. Jangan membuat cerita fiksi dengan kalimat, “.. kamu pasti akan sedih setelah mendengarkan ceritaku..”.

Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, ketika kamu sedang mengalami peristiwa emosional, kamu tidak selalu bisa menampilkan emosimu, secara langsung. Beberapa orang tidak memiliki ekspresi yang mudah dibaca, sebagian lain bisa memanipulasi ekspresi agar tidak terlihat “emosional”.

Tulis dengan Pengalaman Otentik

Tidak harus pengalamanmu sendiri. Setidaknya, pengalaman yang kamu tahu itu otentik. Kamu pernah melihat, mendengar, atau berimajinasi tentang pengalaman ini.

Seorang perempuan, apalagi ibu, paling pintar menyembunyikan emosi. Ketika seorang anak sedang menangis, belum tentu seorang ibu marah. Ia akan membuat anaknya diam, tidak rewel, walaupun ketika sendirian, ibu ini melamun panjang. Seorang perempuan bisa memendam cemburu, dengan tersenyum. Ia bisa menyajikan ekspresi yang kontradiktif, bertentangan antara luar dan dalam.

Imajinasi baru terjadi kalau kamu menyelami sesuatu, menyimpangkan sesuatu, atau menguraikan sesuatu. Imajinasi itu proses “membentuk”, bukan datang dengan sendirinya.

Memakai Indera Sepenuhnya

Banyak penulis gagal menyampaikan perasaan karena sibuk dengan pemakaian kata-kerja pikiran (thought verb). Orang tidak mudah percaya ketika kata-kerja pikiran kamu pakai.

“Aku rindu kamu”, memakai.kata-kerja pikiran bernama “rindu”. Kata “rindu”, “sedih”, “berpikir”, adalah contoh kata-kerja pikiran.

Setiap kali karakter dalam ceritamu sedang menjalani adegan, pastikan adegan ini terjelaskan dengan deskripsi singkat yang “terlihat”, “bersuara”, atau “bergerak”.

Menulis adalah menggambar dengan pikiran orang lain.

Apa yang kamu pikirkan ketika membaca paragraf ini?

“Rosa mengambil pisau, mencacah bawang putih, sambil melihat jam. Lima menit lagi sarapan harus tersedia. Sementara, anak-anak belum bangun, belum mandi. Bau telur goreng. Ia menaburkan irisan bawang. Jam dinding terus berputar.”

Selalu Singkat, Selalu Ada Detail Terpenting

Semakin singkat, semakin orang berimajinasi. Singkat kalimatnya, bukan singkat dalam memberikan detail.

Pecah ide besar menjadi beberapa bagian. Uraikan kalimat majemuk menjadi kalimat-kalimat yang lebih kecil.

Jangan lupa gunakan dialog. Jika karakter yang kamu ceritakan tidak sedang berbicara kepada orang lain, buatlah ia berbicara kepada dirinya sendiri. Sampaikan dalam bentuk soliloqui, yaitu perkataan-batin.

Contohnya Begini

Saya berikan contoh, cerita tentang Rosa yang merasa gagal sebagai isteri karena baru saja keguguran.


Rosa merasakan cengkeraman dingin. Wina, anak angkatnya. Sedang memegangi boneka Winnie the Pooh. Pandangannya menyusuri selang infus, melihat rambut Rosa kusut, dan nafas Wina turun-naik. Entah takut, entah rindu, entah senang melihat Rosa membuka mata. Anak itu tahu apa itu infus dan rumah sakit, namun Rosa ingin menciumnya, memecahkan perhatiannya.

Rosa selalu takut dengan pertanyaan Wina. Ia baru 4 tahun, namun sudah pintar mengeja huruf, membaca dan menuliskan nama lengkapnya sendiri.

Wina membuka mulutnya, “Mama..”.

Rosa menukas, “Mama tidak sakit, Sayang. Mama hanya beristirahat. Tadi Mama tertidur.”.

Wina menggeleng, “Tidak. Mama opname. Sudah 2 hari. Kata dokter, Mama keguguran.”.

Rosa memejamkan mata.

Aku tidak ingin menangis sekarang. Aku tidak mau menjadi hujan bagi langit. Tetapi aku ingin menciumi bumi dengan hujanku.

Rosa mendengarkan kalimat yang sangat jelas, dari dokter, beberapa jam yang lalu, “Maaf. Anak ibu tidak bisa diselamatkan. Kami harus mengangkat kandungan ibu..”.

Selanjutnya, istilah yang tak pernah ia pelajari, tak mau ia dengar, dan sama sekali tak baik baginya. Dalam bahasa yang sangat mudah: Rosa keguguran, tak bisa hamil lagi.

Dan itu akan terdengar bagi suaminya dengan kalimat lain. Kita gagal menjadi orang tua bagi seorang anak. Dan itu akan terdengar bagi mertua Rosa. Menantu yang tak bisa memberikan cucu.

Aku gagal. Hidupku gagal. Aku tidak bisa menjadi seorang ibu, batin Rosa.


Berikutnya, yang diperlukan adalah terus berlatih menulis. Tidak harus 1 adegan. Cobalah dengan 1-2 kalimat. Rasakan emosinya. Perpanjang jika perlu, sampai kamu bisa menuliskan adegan emosional.

Gunakan Perangkat Menulis

Saya suka memotret, merekam suara, dan video. Browsing. Ini sangat berguna untuk menggambarkan adegan. Saya bisa menuliskan detail, dengan melihat foto, suara, atau video.

Lebih ringkas, berikut ini pertanyaan yang bisa kamu ajukan selama editing, agar bisa menuliskan adegan emosional:

  • Tentukan daftar kata yang akan saya pakai dalam penggambaran adegan ini.
  • Cari dan ganti kata-kerja pikiran, termasuk kata-sifat dan kata kata-keterangan, menjadi kalimat yang menggambarkan “gerakan” dan “visual”.
  • Apa tujuan adegan ini?
  • Tentukan pemicu adegan.
  • Tulis dengan pengalaman otentik.
  • Memakai indera sepenuhnya.
  • Selalu singkat, selalu ada detail terpenting.
  • Gunakan perangkat menulis.

Perbaiki cara kamu menulis. Semangat menulis setinggi apapun, bisa membuat orang menyerah, jika tidak menemukan cara tepat dan cepat. [dm]