Transparansi membuat orang percaya. Ketika orang mengetahui sedikit kelemahanmu, justru orang percaya, karena percaya disemai dengan pengetahuan, meskipun sedikit. Pelanggan yang mengetahui satu sisi lemah suatu produk, lebih percaya produk itu, daripada produk yang diiklankan sebagai produk yang “sempurna”, tanpa kelemahan. Mengetahui seorang tokoh publik bersikap “humble” dan tidak mengerti matematika, membuat orang lebih dekat dan percaya.
Trust itu irasional. Tidak masuk-akal. Trust terbentuk dari simbol, harapan, dan misteri.
Kita mengenal merk yang dipercaya, seperti Google. Algoritma Google, penuh rahasia. Bagaimana ia tahu apa yang kita mau, rahasia. Sekalipun terbukti Google membuat privasi kita “rentan”, orang percaya Google.
Ketika mengunjungi suatu restoran yang menyajikan iga bakar, kita melihat orang-orang yang menikmati makanan, tanpa perlu mempertanyakan harga sapi, tidak perlu mengunjungi rumah jagal, apalagi membayangkan bagaimana sapi itu diolah menjadi makanan lezat.
Dalam sebagian besar keterlibatan komersial dan organisasi, kepercayaan adalah sesuatu yang kita inginkan dan sesuatu yang kita cari, tetapi kita menggunakan semiotika paling dasar dan interaksi pribadi untuk memilih tempat menaruh kepercayaan kita. Dan begitu kepercayaan rusak, hampir tidak ada transparansi yang akan membantu kita berubah pikiran.
Ketika warga negara Indonesia akan memilih calon presiden, apakah kepercayaan itu berdasarkan “tindakan terpercaya” dan “transparansi” dari para calon? Mereka melihat “pernyataan publik” ataukah “tindakan pribadi”? Semua sudah difilter oleh tim pemenangan dan media. Orang mengandalkan firasat, sinyal, dan metafora, nada suara, sikap, penampilan, dll. Jika kemudian benar-benar terjadi “transparansi”, apakah ini akan mengubah pilihan kamu?
Dan kita tidak mau ada kerusakan. Kepercayaan tidak boleh dirusak, karena tidak mungkin kembali-utuh kalau sudah pernah rusak. Kepercayaan yang rusak adalah ekspektasi diri yang hancur. Kita tidak mau melihat diri kita salah, karena telah mempercayai sesuatu atau orang yang salah.
Cerita tentang Google yang membuat privasi kita rentan dan calon presiden yang akan kita pilih, sebenarnya bukti bahwa kita meraih “trust” (kepercayaan) ketika kita sedang membutuhkannya.
Kepercayaan datang, lebih kuat, bukan dari “transparansi” yang blak-blakan, seperti “leak” yang mengacaukan ketenangan, melainkan berasal dari “tindakan terpercaya”.
Ketika masyarakat berteriak tentang masalah mereka, kemudian ada “tindakan terpercaya” berupa bantuan sampai masalah tuntas, bukan sekadar kunjungan dan kepedulian, maka masyarakat itu akan percaya, bahwa ada yang bertindak di antara orang-orang yang hanya menonton dan menjelaskan keadaan.
Situasi “tanpa transparansi” (sampai teori konspirasi), bisa menghilang, tertutup, atau ditoleransi oleh publik, dengan satu hal: “tindakan terpercaya”.
“Media mengatakan, ia memiliki bisnis jahat. Yang terlihat bagi kami, dia memiliki tindakan terpercaya dan mengatasi masalah kami.”.
*Actionable:*
“Kepercayaan” (trust) dari orang lain, berasal dari kebutuhan mereka.
“Kepercayaan” terbentuk lebih banyak dari “tindakan terpercaya”, kemudian “transparansi”.
Dunia sekarang digerakkan dengan data dan informasi, sebatas membangun “transparansi”, yang sebagian besar telah dimanipulasi dalam memperlihatkan realitas.
“Tindakan terpercaya” yang dilakukan, dapat menutupi kekurangan “transparansi”. [dm]