Drupadi, anak Raja Drupada. Drupadi tempat para perempuan manapun bercermin, mengukur kecantikan mereka sendiri. Drupadi adalah keinginan para lelaki dari kasta manapun.
Drupadi adalah tempat kegelapan mengatakan apa yang silau. Tempat yang terang semakin dibincang sebagai terang. Kecantikan yang diperebutkan.
Drupadi adalah jembatan kewibawaan, yang mengangkat kemasyhuran kerajaan. Jika kerajaan disebut, Drupadi terbayang.
Pada suatu hari, Raja Drupada bertemu dengan Gandamana di pasewakan. Mereka berbicara tentang musim panen, rakyat, dan Drupadi yang telah dewasa.
Keduanya memuji kecantikan Drupadi, namun sedihnya, terlalu banyak pangeran dan raja yang melamarnya. Sampai mendirikan kemah, memamerkan persembahan permata, dan kesaktian.
Perempuan tidak layak diundi, tidak bisa menjadi taruhan, apalagi dibeli. Namun, mengingat begitu banyak pelamar, diadakanlah sayembara.
Dengan sayembara, keadilan akan membuka semua mata. Siapa yang paling kuat, yang paling terpilih, dan layak mencintai Drupadi, akan ditentukan.
Semua pelamar diminta menunggu.
“Barang siapa yang bisa mengangkat busur ini dan memanah sehelai rambut Drupadi dari jarak 100 langkah, itulah yang akan menjadi suami Drupadi.”
Selain itu, harus bisa mengalahkan Gandamana.
Sepintas itu syarat mudah, namun yang tahu justru mengukur betapa sulitnya syarat itu.
Busur gandewa, jangankan ditarik. Bisa mengangkat saja sulitnya bukan main.
Memanah sehelai rambut Drupadi, dari jarak 100 langkah, bukan hanya mustahil. Kalaupun bisa, siapa yang tega menyakiti calon isteri, sekalipun itu hanya sehelai rambutnya yang telah lepas?
Dan mengalahkan Gandamana, tidak mungkin dilakukan seorang diri. Gandamana setiap hari berlatih bertarung. Ia kebal senjata. Bisa berjalan menaiki angin. Dan membuat perempuan manapun,siapapun, jatuh hati kepadanya. Gandamana ksatria di medan laga, pertapa di malam hari.
Hampir semua orang gagal. Satu demi satu membongkar kemah, pulang dengan tangan hampa. Sisanya, memilih menjadi penonton, atau menuruti rasa penasaran seperti apa nanti orang yang menyanding Drupadi.
Yang menjadi perkara lain dalam sayembara ini, orang boleh bertanding bukan untuk dirinya. Jika berhasil, Drupadi akan dipersembahkan kepada orang lain.
Raja Salya, yang mahir berperang dan tanpa-tanding, juga datang untuk sayembara, demi anak lelakinya. Gagal.
Resi Drona, dengan dukungan 100 orang Kurawa, datang demi dendam kepada Raja Drupada, sepupunya, yang dulu tidak mengakui status kekerabatannya, hanya karena Drupada seorang raja sementara Drona masih begawan pemula. Gagal.
Raja Drupada semakin ragu, adakah yang mampu memenangkan sayembara?
Gandamana tak-terkalahkan. Belum ada yang kuat mengangkat busur gandewa.
Hanya Drupadi yang yakin, ada lelaki di dunia ini yang bisa.
Pada hari ketujuh, datanglah Karna, anak angkat seorang kusir, yang sebenarnya saudara tertua dari para Pandawa.
Karna adalah anak Dewa Matahari. Ibunya, Kunthi, ketika masih perawan, melanggar pantangan merapal mantera sakti, di bawah matahari, ketika sedang mandi di sungai. Hasilnya, ia hamil begitu saja. Anaknya dikeluarkan dari telinga (“karna” berarti “telinga), agar ia tetap perawan. Bayi itu dihanyutkan di sungai. Karna selalu dijaga Dewa Matahari, memiliki kalung dan anting berbentuk matahari. Karna tidak diakui sebagai bagian dari Pandawa.
Disaksikan semua yang hadir, Karna menyembah busir gandewa. Aneh. Busur itu terangkat. Lalu ia memanah sehelai rambut Drupadi yang telah direntangkan di tanah lapang.
Cras! Rambut itu terkena panah. Semua orang bersorak.
Drupadi berdiri dan berkata, “Kamu bukanlah bangsawan. Kamu hanya berbaju bangsawan. Dan tidak layak seorang lelaki merusak rambut perempuan yang ia cintai. Kamu hanyalah seorang sudra yang tidak mengerti bagaimana memperlakukan perempuan. Aku tidak akan sudi memandang lelaki sepertimu.”
Semua orang ribut. Sebagian lega, lainnya geram. Drupadi begitu tegas, kejam, dan cantik.
Mata Karna memerah. Ia merasa dipermalukan. Matahari meredup karena bersedih.
Karna mengucapkan kalimat balasan.
“Hai, Drupadi. Puteri yang diperebutkan. Kamu telah melanggar pantangan seorang perawan. Kamu mempermalukam seorang lelaki, yang telah memenuhi syarat yang kamu tetapkan sendiri. Aku mendoakanmu, agar kamu panjang umur. Kamu yang menolak 100 lelaki, nasibmu akan berbalik. Kamu akan melayani lebih dari seorang lelaki dalam hidupmu. Dan kelak, bukan sehelai rambutmu yang rusak karena ucapanmu sekarang. Para lelaki akan mempermalukanmu di hadapan suamimu. Kau akan dipertaruhkan dalam perjudian. Dan rambutmu tidak akan tersentuh air dalam waktu lama. Rambutmu akan keramas darah!”.
Siang mengundang petir. Kutukan itu didengar langit.
Raja Drupada, pada malam hari, bertanya kepada Drupadi, apa yang membuatmya yakin sayembara ini bisa selesai?
Drupadi berkata, bahwa ada seorang ksatria yang bisa memenuhi semua persyaratannya.
Namanya Arjuna.
Drupadi yakin, para Pandawa selamat dari pembakaran Bale Sigala-gala. Drupadi merasakan kehadiran mereka, sebentar lagi.
Besoknya, 5 lelaki datang. Mereka para Pandawa.
Arjuna mewakili mereka. Tidak ada yang mengerti bahwa itu adalah Arjuna, selain Drupadi.
Arjuna mengangkat busur gandewa dan membidik rambut Drupadi. Gandewa itu seperti bertemu.pemililnya. Menyerah di tangan Arjuna..
Kali ini, Drupadi cemas. Ia takut Arjuna akan gagal. Perempuan itu meremas selendang, cemas. Ia menggigit bibirnya sendiri. Kedua matanya mencoba mengintip Arjuna yang sedang membidik,.dari balik tirai tipis di depannya.
Saat membidik, Arjuna.menahan panahnya. Ia bertanya kepada Drupadi, “Aku datang berlima. Satu mati, yang lain memilih mati. Satu mulia, lainnya harus mulia. Aku datang berlima, meminangmu sebagai isteri. Sebagai bukti, di hadapan semua orang, aku tidak akan memutus rambutmu dengan panah ini. Dan mengalahkan Gandamana. Kelak, jika ada yang menyentuhmu, kami akan membelanya dengan seratus raja, melewati peperangan besar, bersamamu sehidup-semati.”
Drupadi mengangguk.
Arjuna melepas panah.
Cras!
Rambut itu tidak terputus. Terbelah tepat di tengah.
Semua orang ternganga.
Orang-orang berbisik,.menyebut nama Arjuna. Dan Pandawa yang selama ini dalam hukuman penyamaran.
Panah itu membongkar penyamaran Pandawa.
Gandamana melihat, bahwa para Pandawa masih hidup.
Gandamana melihat kepada kelima ksatria itu. Gandamana menyadari, masanya telah berakhir. Generasi baru telah datang. Gandamana mengumpulkan mereka di malam hari. Ia melihat, 5 kekuatan baru, yang membuatnya merasa harus berhenti.
Terjadi pertarungan Gandamana melawan Arjuna. Sampai keluar dari kalangan. Bukannya kalah, Gandamana memilih menyerah, dengan satu syarat: Pandawa mau mewarisi kesaktiannya. Apa arti menjadi jagoan di depan yang lebih-lemah? Apa artinya perjalanan mencapai kesempurnaan kalau tidak memiliki peninggalan?
Gandamana mewariskan seluruh kesaktiannya kepada para Pandawa.
Dan di tengah pertarungan, keesokan harinya, Gandamana kalah.
“Jagalah Drupadi. Ialah mahkota kerajaan kalian yang sesungguhnya. Jika panas datang, ialah hujan. Jika datang persembahan, ialah bunga di pelukan kalian.”
Drupadi, dalam Mahabharata asli, diceritakan menikah dengan Puntadewa selama 2 tahun, kemudian Bima 2 tahun, Arjuna 2 tahun, lalu Nakula dan Sadewa (kembar) masing-masing 2 tahun. Namun di wayang Jawa, ia diceritakan poliandri, menikah dengan Pandawa Lima.
Ketika Pandawa membangun kerajaan Indraprasta dan mengundang 100 raja dalam sesaji Rajasuya, untuk mengumpulkan 100 raja yang mengakui status raja Puntadewa, Drupadi menjebak Raja Astinapura, musuh bebuyutan Pandawa.
Raja Astinapura mengira, yang di bawahnya itu lantai kaca. Ternyata, kolam yang tenang. Tubuhnya basah, dipermalukan.
Drupadi berkata, “Sungguh memalukan, Raja Astinapura tidak bisa membedakan mana kaca mana kolam.”
Raja Astinapura bersumpah akan mempermalukan Drupadi di depan umum.
Pada suatu pesta, Pandawa dijebak Kurawa. Mereka berpesta, mabuk, dan bermain judi.
Taruhan demi taruhan, Pandawa tidak pernah menang..Sampai kerajaan dipertaruhkan. Pandawa kalah.
Dengan desakan halus, mereka mempertaruhkan Drupadi. Pandawa kalah.
Drupadi diseret ke tengah pesta. Kain penutup tubuhnya ditarik para lelaki Kurawa. Pandawa tidak kuasa menolong, sebab Drupadi bukan lagi miliknya.
Drupadi melihat kainnya ditarik, tubuhnya berputar-putar, dipaksa para lelaki hendak diperkosa.
Drupadi mengingat bagaimana ia mempermalukan Karna, bagaimana ia bersedia memenuhi permintaan Arjuna, dan mengingat Raja Astinapura yang ia permalukan sampai tercebur dalam kolam.
Drupadi memohon agar dirinya tidak dipermalukan. Para dewa mendengar doanya. Kain yang ditarik, seperti tanpa-batas. Para lelaki temggelam oleh kain Drupadi.
Drupadi bersumpah, ia akan membiarkan rambutnya terurai, sampai ia bisa keramas dengan darah Dursasana, lelaki yang memimpin adik-adiknya untuk melecehkannya.
Dan kelak, Dursasana akan disayat-sayat Bima dalam perang Bharatayuda, sampai semua darah dari nadinya memancar. Jantungnya akan dimakan Drupadi dan darahnya dipakai untuk keramas.
Kecantikan Drupadi berjarak tahta dan peperangan antarsaudara, Pandawa melawan Kurawa. Kecantikan Drupadi dikelilingi sumpah dan dendam. Seorang perempuan dengan 5 lelaki dan bayang kematian musuh-musuhnya.
Drupadi, anak Raja Drupada, kembali cantik setelah keramas darah dan mengunyah jantung lelaki yang hendak menodainya.
Drupadi kembali dengan rambut terikat, harum, tanpa sayembara. [dm]