Sepintas, “bagaimana” itu masalah rumit. Tidak. Batasi dulu, kamu hanya perlu “menunjukkan” bagaimana suatu peristiwa terjadi. Targetnya, orang bisa memahami peristiwa itu. Titik.
1. Gunakan Deskripsi Singkat
kamu tidak sedang mengarang berita, tidak sedang menuliskan cerita fiksi. kamu sedang menulis berita atau artikel.
- Kalau belum terlatih, tuliskan saja apa adanya deskripsi itu, kemudian lakukan editing, sampai menjadi ringkas dan efisien.
- Segala hal bisa dideskripsikan. Tidak mungkin tidak bisa mengatakan sesuatu.
- Jangan mengacu pada satu definisi baku. Tugas kamu mendeskripsikan. Uraikan dengan singkat. Jangan memaksa orang harus memakai satu pengertian tertentu dalam mendeskripsikan sesuatu. “Lupakan” definisi, ganti dengan “uraian” singkat 123, dalam bentuk kalimat.
Satu gagasan, selalu bisa dinyatakan ke dalam sebuah kalimat, dan bisa diperjelas dengan kalimat lain. Dalam setiap paragraf, kalimat utama terletak di awal, akhir, atau awal-dan-akhir.
Kalau pernyataan dari narasumber, biasanya kalimat utama di awal, disusul kutipan langsung. Kalau kutipan langsung terlalu panjang, buatlah semacam ringkasan berdasarkan pernyataan dia, namun jangan tanpa kutipan-langsung.
Rajin tekan enter. Pastikan setiap paragraf mengandung sebuah gagasan. Jangan memakai paragraf panjang. Maksimal 5 kalimat sudah bagus, agar pembaca tidak kelelahan.
2. Berikan Nama
Apa nama ide ini? Apa nama tindakan ini?
Apa yang kamu tuliskan, bukanlah sesuatu yang berdiri-sendiri. Segala hal itu relasional, berhubungan. Cari, apa namanya.
Kalau kamu sedang menuliskan listrik mati, PLN punya istilah sendiri, misalnya: “pemadaman bergilir”. Kalau kamu sedang menuliskan perkara kriminalitas, pasti ada “nama” (istilah) di bidang hukum dan kriminalitas. Mereka membedakan “tersangka” dan “terdakwa”, dst.
Kalau peristilahan ini dari asing, berikan padanan arti (jika ada). Kalau istilah belum umum, jelaskan. Mulai dengan tkamu () atau dalam bentuk kalimat. Berikan pernyataan ahli. kamu juga bisa menjelaskan dengan referensi lain.
Jangan membuat istilah sendiri. kamu bisa menjelaskan pengertian peristilahan teknis itu dalam kalimat mudah, mungkin dengan analogi, atau dari penjelasan ahlinya.
Bukan tidak mungkin, media memberikan istilah baru, makna baru. Jangan penyempitan makna, apalagi sampai penyimpangan makna.
Ingat ramainya pemberitaan membaca al-Qur’an dengan langgam Jawa? Sebenarnya itu bukan “langgam” namun media sudah terlanjur memakai istilah “langgam Jawa”. Dan istilah ini dipakai di mana-mana.
Sering dengar istilah “hoax”? Banyak pembaca terlanjur mengartikan istilah “hoax” sebagai berita setengah-fiktif. Sebenarnya, “hoax” itu salah satu metode dalam penulisan karya sastra.
- Untuk istilah bahasa Indonesia, pakai Kamus Besar Bahasa Indonesia.
- Untuk istilah baru yang sedang ngehit, pakai Urban Dictionary.
- Untuk istilah dan baru, saya memakai Kamus Oxford. Oxford rajin menambahkan kata-kata baru dengan penjelasan detail.
- Untuk sejarah pemakaian kata, gunakan Etym Online yang bisa mencari “asal-usul kata”. Jangan lupa buka Oxford New English Dictionary on Historical Principle (10 jilid). Ini kamus paling dahsyat dalam sejarah manusia. Pengertian kata dikutip dari karya yang menggunakan kata itu. Sangat tebal, pembuatannya sampai 70 tahun, dan terus dikembangkan.
- Definisi kata “passion” bisa kamu cari di Google dengan mengetikkan: define:passion (tanpa spasi), atau ketikkan: what is passion.
3. Ceritakan Prosesnya
Tidak ada peristiwa atau kejadian tanpa mekanisme. Urutan, sebab akibat, proses, sebelum/sesudah.
Prinsip After/Before, itu menjelaskan mekanisme atau proses. Mungkin juga berupa sebab-akibat, atau faktor-faktor yang membentuk terjadinya sesuatu.
Ceritakan alurnya.
Banyak orang tidak tahu, misalnya, kalau Hijrah Nabi ke Yatsrib (Madinah) itu #bukan tanggal 1 Muharram. kamu bisa menjelaskan “mengapa” (faktor-faktor pendorongnya), “siapa” (nama para sahabat Muhajirin) yang hijrah, dan “bagaimana” proses ini kelak akan membentuk masyarakat di Madinah.
Kalau menceritakan mekanisme, perhatikan: nama prosesnya (jika ada) dan bagaimana urutan kejadiannya.
Bisa menggunakan penjelasan menggunakan: video, infografik, atau figure (gambar).
Menjelaskan sebuah pementasan teater, misalnya. Pasti ada peristilahan dari sutradara pementasan itu yang sangat teknis, seperti: artistik, script, keaktoran, dll.
4. Detail
Saya suka detail kecil, yang biasanya terlupakan. Mencari apa yang tidak diperhatikan orang, termasuk salah satu teknik mendapatkan detail. Pasti akan ada temuan menarik.
Detail selalu membuat orang menang dalam perdebatan. Detail bisa menemukan anomali, mencari retak kecil. Tambahkan detail yang terlupakan, realitas yang terjadi di luar hal-hal besar, agar #gambar penjelasan kamu semakin utuh.
5. Konteks
“Serangan visual” (visual attack) akan lebih berhasil kalau memperlihatkan konteks.
Lihat, ini video seorang pejabat sedang makan di angkringan.
Di mana konteksnya?
Kapan dia makan di angkringan? Hanya saat kampanye atau memang sering ke angkringan? Tempat (angkringan) itu sebuah pilihan ataukah satu-satunya pilihan di situ? kamu bisa bicara tentang sikap (attitude) dia: ini hanya bagian dari kampanye atau memang dia sudah lama mau menyambangi para pedagang lain? Hubungan biasanya dinyatakan dari #mengapa (why) dan #apa (what). Ada peristiwa apa sebelumnya? Dia akan melakukan apa setelah ini?
6. Das sein, bukan das sollen
Ceritakan sesuatu sebagaimana adanya, senyatanya (das sein), dan faktual. Bukan bagaimana seharusnya (das sollen). Tidak ada keharusan bagi seorang reporter atau penulis untuk mengkultuskan seseorang sehingga semua tindakannya diperlihatkan selalu baik.
Mitos (lapisan makna-kedua dari teks) memang dibentuk, namun kamu harus menceritakan sebagaimana adanya.
Kalau kamu memotivasi pembaca untuk berprestasi, dengan menceritakan sosok siswa biasa, yang berprestasi, itu liputan senyatanya. Tanpa meminta pembaca begini seharusnya para siswa lain.
Biarkan pembaca memutuskan sendiri mau melakukan apa.
7. Bercerita sebagai “Seseorang”? Tetaplah Faktual
Ini disebut prosa jurnalisme. kamu benar-benar menjadi jurnalis (orang yang melakukan perjalanan), yang bercerita, dengan gaya feature (berita-cerita), namun harus berdasarkan fakta. Jejak Petualang, Laptop Si Unyil, travel blog, dikerjakan dengan cara seperti ini.
Fakta itu membosankan, namun ceritalah yang -menjual-.
Contoh cara menulis seperti ini, ada di website Pindai.
8. Tunjukkan Konflik
Perbedaan, kontras, selisih-paham, prosedur bermasalah, membaca-ulang peristiwa lama, korupsi, kecelakaan beruntun, membandingkan pengalaman dengan apa kata sebuah referensi, debat, dst. itu hanya bisa diceritakan dengan menunjukkan konflik.
Fakta harus ditampilkan seadanya (sebatas apa yang kamu bisa) dan “apa adanya”.
Saat seseorang kesulitan menyelesaikan masalah, kemudian bertemu “produk yang selama dia cari”, berarti ada solusi. Kalau ada solusi, berarti ada konflik. Metode “bercerita dengan konflik” mengilhami lahirnya iklan, “solusi tercepat”, kupas-tuntas, film, drama, dll.
Fakta atau bukan, konflik membuat hidup menjadi lebih dinamis.
Tidak ada berita atau cerita, tanpa ada konflik.
Kalau menjelaskan sesuatu dengan konflik, kalimat akan lebih mudah mengalir.
Konflik selalu memiliki nilai-berita tinggi.
Konflik memudahkan kamu melakukan check-and-balance. Bukan pemihakan.
9. Cari yang Tersembunyi
Setiap menulis cerita, atau berita, buatlah agenda ini: mencari yang tersembunyi.
- Ada apa di balik pernyataan ini?
- Apakah akan ada masalah baru yang bisa ditimbulkan setelah peristiwa ini?
- Siapa yang paling tahu (sumber pertama, atau ahli masalah ini) tetapi tidak pernah dimunculkan?
- Mengapa ada agenda atau peristiwa ini?
Contoh lain. Apakah ada alasan tak-resmi sehingga dia dipecat? Apa rahasia Raisa selalu tampil prima? Mengapa selalu Sponge’s Bob yang menjadi pegawai teladan di Krusty Krab? Mengapa saya tidak bisa mendapatkan informasi kalau mengetikkan kata ini di Google? Mengapa Karl Marx tidak berbicara tentang kharisma dan uang virtual? Mengapa reformasi agraria dan “tujuh setan desa” jarang dibahas dalam peristiwa G-30S/PKI?
Dengan sendirinya, penjelasan tentang #bagaimana suatu peristiwa terjadi, akan lebih bagus, jika kamu berhasil menemukan (setidaknya) satu hal yang tersembunyi di balik peristiwa itu.
Bukan tidak mungkin, angle (sudut-pkamung berita) kamu akan berubah, atau menjadi “tulisan lain” yang lebih lengkap.
10. Fokus
Berita butuh fokus. Lead itu fokus. Merencanakan apa yang akan kamu cari sebelum liputan, itu mengarah pada fokus.
Secara visual, fokus dijelaskan dalam teori komposisi pengambilan obyek. Ada struktur obyek, ada elemen terpenting yang akan disampaikan kepada pembaca atau pemirsa. Itulah fokus.
kamu tentu kenal “rule of thirds”, peraturan memakai sepertiga area, tidak lebih dari 75% area dalam fotografi. Pengaturan komposisi ini, ruang mana yang paling dipakai dan ditonjolkan, sebenarnya mengarahkan mata. Berita juga demikian. Berapa banyak uraian untuk ini? Caption harus dibuat seperti apa? Ada pula quadrant system. Tergantung situasinya seperti apa.
11. Jangan Terlalu Jelas
kamu menulis berita, bukan membuat bagan anatomi tubuh manusia.
Jangan memaksa-diri menampilkan semua fakta yang kamu ketahui. Melindungi narasumber (jika diminta) itu penting. Membuat berita menjadi running (berlanjut), menunggu fakta tambahan, juga penting.
Perkara yang sedang dalam penyelidikan, jangan dibocorkan dulu kepada publik. Kalau orang sudah menerima fokus berita dan tersampaikan, jangan menyatakan semuanya.
12. Hindari Kesalahan Logika
Perkara menjadi rumit jika ada “kesalahan logika” (logical fallacy).
Dalam keseharian, banyak ditemukan kesalahan logika. Pastikan kamu terhindar dari pendekatan sesat bernama “kesalahan logika”.
Bagian ini dapat kamu pelajari sendiri. Contohnya terlalu banyak kalau diuraikan di sini.
13. 1 atau 3
Ini angka sakti. Ingat saja 13. Angka 1 dan 3.
Setidaknya, ada 1 hal menarik, atau 1 paragraf yang quotable, atau 1 pernyataan yang valid, 1 hal yang menjadi solusi bagi pembaca. Setiap mau menjelaskan sesuatu dan kesulitan, ingatlah angka 3. Buatlah rumusan sendiri dari angka 3, menurut kamu sendiri. Orang kesulitan mengingat kalau lebih dari 3.
Saya memakai cara ini untuk menuliskan artikel dan opini, dengan rumusan angka 3:
Apa pertanyaanmu? Gagasan apa yang kamu tawarkan di sini sebagai jawaban? Apakah kamu menggunakan data yang memadai? 3 pertanyaan itu saya pakai.
Menjelaskan “bagaimana” bisa dengan rumusan 1 dan 3. Buat versi kamu sendiri.
Cobalah pilih sebuah berita, kemudian periksa dengan 13 hal di atas. Atau gunakan selama editing. Kalau 13 checklist (daftar-periksa) di atas kamu terapkan, kamu dapat menuliskan apa saja menjadi singkat, atau panjang.
Sebaiknya, lengkapi daftar di atas, yang paling pas untuk kamu, tambahkan yang belum tertuliskan agar semakin lengkap dan bisa dipakai untuk menuliskan berita atau artikel. [dm]