Memakai Perplexity memperbaiki cara saya belajar.
Perplexity adalah search engine dengan copilot AI. “Kamu nanya” : ) kemudian perplexity menyusun “jawaban jadi” dengan footnote berupa link berperingkat. Menyajikan yang paling relevan, dengan link, dan siap-pakai.
Ketika saya mencari pengertian “post-truth”, Perplexity menyajikan “ringkasan” dan “sumber terpercaya” tentang apa itu post-truth. Perplexity tidak bekerja seperti Google.
Perplexity menjadi “model mental”, ide yang dapat menjelaskan apa yang saya cari ketika mengalami “kebingungan”.
Yang bagus dari Perplexity, selain sebagai search engine dengan copilot AI, Perplexity tidak ada gangguan dan selalu tersedia.
Ketika ada kawan bertanya, saya mencari “model mental” yang membuatnya bisa berpikir dan belajar sendiri.
“Berpikir”, seharusnya menjadi kelas/perkuliahan tersendiri, karena ini kemampuan mahal.
Saya menulis tentang “berpikir strategis”, “benrpikir lateral”, dan perangkat pikiran (mind tools) yang membantu siapa saja untuk bekerja kreatif. Ini bisa meng-upgrade pikiran kita, yang sebagai hardware tidak pernah ada upgrade dari Tuhan sejak 7 ribu tahun yang lalu.
Berikut ini, “model mental” yang bisa kamu pakai untuk mempelajari apapun.
Problem Solving itu Pencarian
Di mana “ruang masalah” dari masalah ini?
Orang mencari pemecahan masalah melalui “ruang masalah”. Kadang berbentuk lingkaran, tidak jarang mirip labirin. Kamu tidak tahu sedang berada di mana, karena “ruang masalah” itu abstrak.
Misalnya, kamu ingin selesaikan suatu problem 3-langkah-mati dalam permainan catur. Kalau kamu tahu “ruang masalah”, kamu bisa selesaikan apapun yang berbentuk masalah “3-langkah-mati”.
Di mana ruang masalah dari problem 3 langkah-mati ini?
Peraturan melangkah bergantian, mengetahui pola “check-mate” (skak mat), melihat situasi bangunan (posisi), dan mempertimbangkan langkah terbaik. Baru kemudian mencoba.
Jangan terbalik. Kebanyakan pemain catur, dengan ELO di bawah 1800, memulai dengan “brute force”. Mencoba satu per satu sampai berhasil. Dan akhirnya tidak berhasil. Ini karena mereka gagal melihat “ruang masalah”.
Sebelum kamu membuka brankas dengan kunci kombinasi, kamu perlu membaca situasi. Tidak langsung mencoba ribuan kombinasi.
“Bagaimana cara membuka pintu yang terkunci ini?”
Kalau pertanyaan ini diberikan kepada pemula, mereka akan mencari kunci, mencari pemegang kunci, atau menyerah.
- Sebenarnya, kita mau buka genboknya, atau pintunya?
- Apakah tujuan kita mau masuk ruangan?
- Bagaimana kalau saya buat kunci palsu?
- Bisakah kita masuk dari ruang di sampingnya?
Sederet pertanyaan muncul untuk memahami ruang masalah. Generasi (menghasilkan) ide, terjadi ketika kita memahami “ruang masalah”.
Apapun masalah yang ingin kamu pencahkan, berada dalam “ruang masalah”.
Dalam kehidupan, “ruang masalah” lebih rumit dari semua itu.
Problem solving adalah mencari pola dan metode untuk mengatasi masalah itu, agar waktu kamu berpikir tidak habis untuk “brute force”.
Memori Lebih Kuat Jika Mengalami Pengulangan dan Pengujian
Saya mempelajari beberapa bahasa. Dan sangat sering berhadapan dengan orang-orang yang salah dalam “pengucapan” dan “penerapan” kata.
Bagaimana saya bisa survive di tengah kekacauan seperti ini? Saya menguji kemampuan saya. Itu cara terbaik untuk memperkuat memori.
Banyak orang salah mengucapkan “croissant” (makanan dari Perancis). Mereka juga salah mengucapkan “Louis Vitton”, “Jacques Lacan”, “Descartes”.
Kalau kamu berhadapan langsung dengan korektor, atau pengalaman berbicara dalam bahasa itu (secara benar), maka kamu bisa mengingatnya lebih dalam. Apalagi jika sebelumnya kamu salah kemudian mendapatkan koreksi. Tidak ada pengulangan tanpa kesalahan (setidaknya di awal).
Pengetahuan itu Tumbuh Secara Eksponensial
Semakin kamu tahu, semakin kamu akan tahu. Seperti pohon dengan banyak dahan.
Misalnya, kamu ingin mempelajari “budaya” orang lain. Kamu memiliki modal (akar) bernama “bahasa”. Terjadi pergaulan, komunikasi, dan beberapa kali “benturan”, akhirnya kamu memahami budaya orang lain. Setelah kamu belajar 1 bahasa, menjadi bisa mempelajari hal lain. Banyak “akar” yang bisa membuat dahan kamu tumbuh bercabang dan semakin kuat.
Belajar logika, problem solving, menulis, komunikasi, membaca, mind tools, bahasa, semua itu bisa membuat pengetahuan kamu tumbuh secara eksponensial. Fase paling berat selalu berada di awal. Menumbuhkan akar. Perkuat dan sirami bagian akar, maka dahan akan menguat.
Kreativitas Kebanyakan Imitasi
Berawal dari meniru.
Ide yang bagus, mendapatkan inspirasi dari ide lain, langkah orang lain, kemudian diperbaiki dan disempurnakan. Mengisi kesenjangan (gap) itulah yang disebut kreatif.
Contoh? Saya sering mendengar kawan saya berkata, “Saya punya ide bagus..”. Yang ia maksudkan dengan ide bagus di sini adalah “ide mentah”, yang belum layak diterapkan. Ia merasa idenya bisa menjadi bisnis yang hebat. Ini karena ia tidak tahu, bagaimana memproses “ide mentah” itu menjadi model bisnis yang siap diterapkan. Bank mau mencairkan pinjaman kalai ide bisnis kamu applicable. Orang mau bekerja denganmu kalau perhitunganmu jelas. Dan ini bagian dari melanjutkan ide bisnis.
Kemudian, masalah ini membawa saya pada pertanyaan, “Bagaimana mengubah ide biasa menjadi model bisnis?”. Kalau saya mengerti metodenya, maka ide bisnis yang masih mentah, bisa saya ubah menjadi model bisnis.
Di sini saya meniru Leonardo Da Vinci ketika ia diminta membuat benteng yang tak-bisa ditembus, ketika di Milan. Meniru adalah langkah untuk kreatif.
Ketika belajar desain grafis, kita meniru desain orang lain, sebatas “teknik”. Ketika belajar bahasa, kita “meniru” orang lain yang sudah memakai bahasa itu.
Inovasi atau pembaruan, pernah saya anggap sebagai sesuatu yang “waow” dengan kekuatan magis yang hanya bisa disentuh orang-orang berkemampuan dewa.
Tidak. Inovasi tidak serumit itu. Saya punya daftar yang saya pakai sampai sekarang, untuk memperbaiki ide (dan keadaan). Melakukan inovasi menjadi mudah.
Sama halnya, menulis kreatif. Setiap hari saya membaca tulisan kreatif orang lain. Tidak pernah sekalipun saya berhenti dari mengambil yang terbaik dari mereka. Setiap hari selalu ada 1 paragraf catatan, setidaknya, yang saya dapatkan dari orang lain.
Seberapa Banyak, Menuju Seberapa Bagus
Kuantitas dulu, kualitas kemudian akan terjadi.
Keterampilan (skill) itu spesifik. Ketika kamu berkata, “Saya bisa menulis kreatif”, di depan publik, orang akan menguji kamu dari 1000 pintu.
Kamu hanya perlu waktu 30 menit untuk belajar cara memakai pensil, namun untuk menghasilkan tulisan dan gambar yang bagus, dengan pensil itu, kamu memerlukan latihan seumur hidup.
Berlatih, membuatmu lebih baik.
Semakin banyak kamu membuat karya serupa, semakin besar peluang memperbaiki kualitas karya itu.
Apa yang tidak dianggap sebagai “memperkuat ingatan”, ternyata memperkuat ingatan, seperti: mengunyah, berjalan, melewati rute jalan baru, itu semua memperkuat ingatan. Mencoret dan menggambar, menari, itu dapat memperkuat ingatan seseorang.
Kamu perlu “kursus” tambahan dan pelajaran “ekstra”, lebih baik lagi dari seorang ahli, agar kamu semakin pintar di bidang yang kamu kuasai.
Traction
Lawan dari “traction” adalah “dis-traction” (gangguan).
Bandwith mental kamu terbatas. Dan kita hidup di zaman penuh gangguan. Sulit fokus. Noise. Informasi yang tidak relevan bagi hidup kita. Perbincangan yang tidak mengubah keadaan. Mendengar kemarahan. Melihat brutalitas. Semua itu “gangguan” (distraction) yang membawa orang ke dalam pengulangan tanpa-batas, bagian dari rutinitas manusia.
Pilih hanya yang mengubah hidup kita, memperbaiki pekerjaan kita, tidak mengganggu proses belajar kita, dan membuat waktu berjalan sangat lambat, agar kita bisa menjelajah ke dunia yang lebih luas dan mendalam.
Pengalaman Bukan Guru Terbaik
Guru terbaik bukanlah pengalaman. Sukses adalah guru terbaik.
Perhatikan di mana kamu sudah sukses.Ketika kamu bisa menghafal 10 kata asing, di level awal belajar bahasa asing, itu adalah satu titik “sukses”, yang perlu kamu lanjutkan. Ketika kamu tahu ada metode belajar yang “work”, itu satu lagi titik sukses.
Pengalaman hanya bagian dari sukses.
Jika kegagalan hanya bagian dari pengulangan dan pencarian, itu bukan kegagalan yang perlu kamu resahkan. Jika kegagalan hanya bagian dari “kalibrasi” agar lebih jernih dan tepat dalam melihat “ruang masalah”, itu bukan kegagalan. Kamu sebenarnya sedang “sukses” di titik itu. Melihat titik sukses dan gagal berarti menyadari perjalanan kamu dalam belajar.
Penalaran dan Pemahaman Itu Ada Ilmunya
Orang yang terlahir dengan tangan, tidak akan menjamin dia memiliki pukulan sekuat petinju kelas berat. Dia perlu ilmu bertinju dan berlatih menjadi petinju. Penalaran itu ada ilmunya.
Otomatisasi Mengurangi Kendali Sadar
.. dan memperburuk kualitas.
Kamu bisa mengendarai sepeda motor tanpa berpikir, karena sudah secara otomatis begitulah cara kamu mengendarai sepeda motor. Berbeda kasus jika kamu sedang menyelesaikan rintangan seperti ketika ujian mendapatkan SIM atau ketika menembus kemacetan.
Carilah tantangan yang lebih sulit, agar kamu menyadari kendali kamu, bahwa kamu sedang mempelajari “subject” ini.
Kebiasaan Akan Mempercepat Pembelajaran
“Bisa karena biasa” itu prinsip tentang pengulangan dan pengalaman. Bukan berarti kamu akan bisa dengan sendirinya karena terbiasa.
Selama belajar, melihat “ruang masalah” tetap penting sebagaimana praktik menyelesaikan masalah.
Saya berikan contoh. Kalau kamu punya minat luar biasa dalam membaca buku, tetap akan kalah dalam hal memahami isi buku itu, dibandingkan dengan orang yang mengerti cara membaca buku.
Benar, membaca buku ada tekniknya, ada ilmunya. Termasuk cara memperkuat ingatan dari apa yang kamu baca. Ini bisa kamu lakukan, kamu terapkan, ketika kamu lebih sering membaca buku. Dulu saya membaca 2 buku setiap minggu, setelah sering membaca, sebagai rutinitas, akhirnya saya bisa membaca buku lebih cepat. Saya bisa selesaikan 1 buku dengan tebal 250 halaman, hanya dalam 2 jam. Dengan kemampuan mengingat dan memahami yang semakin baik.
Untuk berhasil dalam belajar, kamu harus percaya bahwa pikiranmu, tubuhmu, memiliki kemampuan luar biasa. Dan percaya itu dalam bentuk tindakan: belajar. [dm]