“Skeptis” punya arti ini: “tidak langsung yakin”); punya keraguan dan persyaratan”. Sama dengan “belum bisa menerima begitu saja, ragu, mengajukan persyaratan, mempertanyakan”.

Kalau kamu tidak bisa menerima pembuktian, kemudian meragukan suatu pendapat, ini sikap skeptis.  Sering skeptis itu bagus.

Bagian dari langkah pengujian, untuk memastikan keputusan dan tindakan kamu.

Sedangkan “denial” (penolakan), berbeda lagi. “Denial” berarti sengaja menolak kenyataan. “Denial” itu aman, mudah, tidak produktif, dan menarik garis-batas antara realitas dan kepedulianmu. “Denial” tidak kenal kemungkinan pikiran yang berubah.

Skeptis mengajukan persyaratan, “Ini bisa saya terima, jika ada ini dan itu..”.

Setiap bertindak dan membuat keputusan, kita sering skeptis. Ini bagus karena skeptis bagian dari langkah-berpikir.

Metode ilmiah berpijak pada skeptitisme. Kebenaran selalu “menjadi”, bergerak, dan “bisa disalahkan”.

Dalam berpikir, kita melakukan investasi, menyelidiki kejadian, memeriksa tulisan orang lain, pikiran lebih baik skeptis.

Karena sikap ini, kita bisa menjadi kontributor yang produktif. Bisa terjadi pemeriksaan bersama, memenuhi persyaratan bersama. Itu sebabnya, dalam melakukan penelitian, selalu menyebut “prior research” (penelitian sebelumnya), karena sama-sama ingin meneruskan tradisi berpikir, tanpa mata-rantai yang terputus.

Para penyangkal, yang menganut “denialisme”, sering berpura-pura skeptis, namun sebenarnya menolak perubahan. Mereka tidak percaya “besok bisa lebih baik”. Penyangkal lebih suka menjadi penonton, tidak melihat kontribusi orang lain, karena memang dia tidak percaya adanya perubahan nilai.

Mereka yang bilang, “Korupsi tidak mungkin terhapus..” atau “Keadaan ini akan selalu begini..” adalah para penyangkal.

Jangan percaya mereka bisa memimpin kita. Mereka takut perubahan. [dm]