Kalau kamu sering menulis, tanda baca itu penting. Bukan emoticon.

Kata “emoticon” merupakan “portmanteau” alias lakuran, pelipatan 2 kata “emotion” dan “icon“.

Tanda : ) kalau kamu putar 90 derajat ke kanan, mewakili ekspresi mata dan lengkung senyum. Namun emoticon itu bukan tanda baca.

Bagi yang belum mengerti, orang-orang di tahun 2000, ketika internet publik mulai ngehit, membaca “netiket”, alias etiket/etika memakai internet. Termasuk, bagaimana cara berkomunikasi lewat email dan chat.

Saya menerapkan sistem sendiri dalam penulisan catatan saya.

  • Tanda “-” sering saya pakai sebagai penghubung kata, agar makna frasa tidak kabur.
  • Tanda <– untuk menunjukkan hubungan penting, agar pikiran orang menjadi “lihat sebelumnya”.
  • Penanda /* tiga kata ini */ sebagai komentar, seperti dalam pemrograman.
  • Saya menyukai #hashtag sesingkat mungkin.
  • Kalau perlu diakritik dan fonetik, saya memakainya, seperti ketika menuliskan transliterasi Latin-Jawa atau Arabic.
  • Kalau perlu transliterasi bahasa asing, saya memakai keyboard khusus. Saya bisa mengetik aksara Arab dan Jawa di Android. Perlu waktu lama untuk memahami semua itu.

Masih banyak yang lain. Yang hanya saya pakai di catatan harian. Saya sangat suka sistem penulisan, sekaligus harus punya sistem penulisan sendiri.

Hanya menulis abjad dan angka, sangat tidak memadai untuk menuliskan apa yang saya pikirkan. [dm]