Ada suatu panel komik. Gambarnya, beberapa orang berjubah, sedang saling-suap mie dari mangkuk masing-masing. Mereka saling suap karena tangan mereka panjang namun tidak bisa ditekuk. Yang satu lagi, orang-orang mati, sepertinya dalam keadaan kelaparan. Mie di mangkuk mereka masih utuh. Kondisi pakaian mereka sama. Tangan mereka juga sama, panjang dan tidak bisa ditekuk. Keadaan pertama menggambarkan surga, keadaan yang terakhir menggambarkan neraka. Moral dari komik itu, berbicara tentang keadaan yang sama. Dengan menghilangkan egoisme, semua orang bisa senang. Gambaran ini bisa dipahami orang-orang yang masih hidup di dunia. Masuk akal.

Ada lagi surga versi gamer. Malaikat akan bertanya, bagaimana tindakanmu di dunia. Apakah kamu baik terhadap tetangga? Rajin membantu orang tua? Kalau lolos, kamu masuk surga. Sebentar, masih ada pertanyaan lain. Tuhan tidak bertanya, kualitas tindakan kamu, karena Tuhan tahu waktu kamu terbatas selama di dunia. Tuhan kamu tahu kalau kamu suka main game. Tuhan bertanya, “Pada level pertemanan, kamu berkelahi dengan kawanmu berapa kali?”. Kalau pertemanan kamu terlalu aman, tanpa warna, nggak pernah berantem, berarti kamu “menyelesaikan level” tetapi “petualangan” rendah. “Pada level percintaan, kamu putus berapa kali?”. Kalau percintaan kamu tidak ada liku-liku, kurang perjuangan, itu berarti kamu menyelesaikan level percintaan tetapi tidak ambil semua poin.

Ibarat orang main game, tugas kamu bukan cuma menyelesaikan level, tetapi harus bertualang sampai semua poin bisa kamu ambil. Hidup di dunia, sekali saja. Jangan biarkan riwayat hidup kamu terlalu sama dengan orang lain.

Itu versi komik dan gamer. Surga versi kamu seperti apa? [dm]