Freud memperkenalkan “asosiasi bebas”.
Idenya: isi alam bawah-sadar kita terungkap melalui asosiasi (hubungan). Segala sesuatu dalam jiwa kita dihubungkan oleh kesamaan. Ketika kamu mencium aroma makanan favorit, ini mungkin membawa Anda kembali ke dapur ibu Anda, mengingat pemandangan di meja makan, atau liburan yang pernah kamu lalui; orang ini seperti orang yang sudah saya kenal, dst.
Jika kamu memikirkan orang, emosi, situasi, masalah, mimpi, dll. perhatikan: imajinasi, ingatan, penginderaan, emosi, mimpi, fantasi, dll. yang terlintas dalam pikiranmu, kemudian kaitkan dengan bebas pada apapun yang menurutmu pernah terjadi dalam hidupmu.
Asosiasi bebas menuntut keterbukaan, tanpa menghakimi, menuntun rasa ingin-tahu, penerimaan mendalam, terbuka dalam mengamati hal yang sekilas acak. Dalam asosiasi bebas, kamu tidak boleh melakukan kritik. Biarkan apa adanya, seperti yang sedang kamu pikirkan. Sekalipun itu “tidak mungkin”, memalukan, dst.
Pikiran kita memiliki jenis pertahanan untuk memakai alam bawah-sadar sebagai arena yang lebih luas dalam imajinasi dan emosi. Sekaligus mudah untuk tidak ingat lagi mimpi yang baru saja terjadi. Jika kamu sempat mengingat mimpi kamu, catat itu.
Bedakan antara aktivitas “mengingat” dengan cepat, “menuliskan” apa yang telah terjadi, dan “membaca-kembali” apa yang sudah kamu tuliskan. “Mengingat” dengan cepat, terjadi ketika kamu mengalami suatu peristiwa, dengan sebaris tulisan singkat. Misalnya: “09.30 AM makan bersama kawan-kawan sekantor”. Tidak ada detail.
“Menuliskan” apa yang terjadi, berarti menuliskan detailnya, di waktu lain.
Saya sering menambahkan detail. Bukan hanya pada suatu peristiwa. Ini berlaku juga pada ide. Misalnya, ketika ada ide terlintas, saya tulisan langsung, sebaris seperti ini: “Aplikasi cuaca. Bagaimana kalau aplikasi cuaca menjadi media sosial?”. Nanti saya “menuliskan” detail gagasan ini, sambil jalan.
Ini sebabnya saya bilang bahwa suatu catatan bukan untuk merekam. Catatan adalah pikiran-kedua kita. Catatan bukan tempat rekaman. Catatan bisa menjadi “medium” berpikir, di mana kita bisa baca lagi nanti dan kita tambahkan detailnya. Yang ketiga, “membaca-kembali” apa yang sudah saya catat. Saya mengerti bagaimana memperbaiki catatan dan ide di dalamnya. Apa yang harus saya lakukan?
Perbaiki ide. Kenali pola, jika ada, dari apa yang kamu catat.
Kamu bisa menemukan, topik mana yang kamu anggap sensitif, bagaimana cara kamu memperlakukan emosi, dan melihat keterkaitan.
Kamu akan melihat, apa yang kita sebut sebagai “hidup”, atau “realitas”, sebenarnya merupakan “hubungan keseluruhan”. Garis-garis yang bersilangan, menghasilkan titik. Semakin banyak titik, terbentuklah “saya”. Setiap diri manusia seperti itu. [dm]