Kita bercerita, pelan-pelan menciptakan berhala, bayangan, tipuan.
Dalam cerita itu, tidak ada biru yang sebenarnya. Adanya, biru seperti ini, biru yang hampir mirip itu, yang kita ceritakan -sebagai- biru.
Pada sisi lain, cerita memperkenalkan Kebenaran.
Atau tentang orang biasa yang kita ceritakan memegang kilat. Betapa cerita ini kemudian mengubah cara kita melihat dunia
Kita ingin memeluk tokoh fiktif, ingin pergi ke tempat yang diceritakan. Kita ingin memasuki cerita, mempertanyakan cerita.
Dengan jalan seperti inilah, suatu cerita mempengaruhi cara kita memandang dunia.
Mungkin, murka Tuhan bukan banjir besar, melainkan pedang dan pasukan dari langit. Mungkin dalam cerita itu bukan kapal, melainkan sebuah goa.
Cerita membuat kita duduk melingkar. Bicara tentang benar-tidak, terang-bayang, dan abu-abu. Cerita memberi kita nilai. Tentang tindakan “setelah sekarang”.
Cerita bisa mengubah sesuatu. Fiksi, juga demikian, berkekuatan mengubah sesuatu.
Saya merasakan “leadership” Dick Grayson di serial “Titans”, mulai ketika ia menolak menjadi Robin, sampai mengalahkan Jason (Robin baru), serta menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan Bruce Wayne (Batman).
Saya menyukai perlawanan John Connor menghadapi mesin masa-depan.
Saya membawa cerita wayang dalam perbincangan.
Cerita, membuat ” kebohongan” yang berarti, untuk membangun mental — seperti kata Neil Gaiman di MasterClass.
Dan cerita juga bisa menghancurkan mental.
Sebagai penulis, kamu bisa membuat ceritamu sendiri. [dm]
