Pada sebuah kafe keluarga, siang itu, saya melihat 2 orang bertemu. Usia mereka sekitar 70 dan 60 tahun. Keduanya kawan lama. Datang dengan cucunya masing-masing.
Kedua cucunya bersalaman, lalu bermain bersama. Sendok, gelas, tissue, apa saja yang menarik dan bosa dibuat sebagai mainan.
Kakek dan nenek itu, tidak banyak bicara. Pandangan mereka sama-sama menembus kaca, mengarah ke jalan. Wajahnya tersenyum, satu bercerita, lainnya mendengarkan. Satu cerita selesai, selalu ada pause, jeda, kadang ekspresi mereka berubah.
Saya tertarik pada cara mereka berdialog.
Bicara dengan kecepatan rendah. Kalimat diucapkan seperti orang membacakan cerita, entah dari masa lalu atau masa depan. Yang lain menyimak (listening), bukan hanya mendengarkan (hearing). Diam bukan menunggu giliran bercerita, bukan untuk menanti kesempatan mengomentari cerita. Dan setiap berhenti sebentar, seperti ada peresapan. Gerakan mengangguk, tersenyum, menjadi begitu alami.
Pandangan kedua orang ini, ketika menatap jalan, seperti sedang menatap lautan. Jauh, lepas, dan menikmati. Kadang keduanya diam, ternyata meresapi musik rock klasik dekade 80-an yang sedang saya putar. Tidak ada ketukan jari, hentakan kaki, apalagi suara keras. Tidak bercerita tentang apa yang ia mengerti tentang lagu itu.
Hampir saja saya memotret mereka. Saya urungkan. Saya lebih memilih memotret tanpa kamera. Terlalu menyakitkan kalau momen yang uwaow ini saya bekukan di foto atau video.
Saya mulai bertanya kepada diri-sendiri tentang “chronemics”. Bagaimaa cara mereka menjalani waktu dan memainkan komunikasi non-verbal ketika berbicara. [dm]