Saya sering bayangkan orang editing tulisan dan desain tata-letak, seperti orang melukis. Kamu punya bingkai dan bebas menyapukan cat minyak dan warna, sepanjang masih di dalam kanvas.
Frame kamu 60x100cm. Cat minyak tidak bisa keluar melampaui frame itu. Dalam editing, ini seperti.. Batasan 700 kata. Membahas topik apa. Seperti apa jenisnya nanti.
Sedangkan sapuan cat minyak, mirip content yang kamu kerjakan. Diksi. Kalimat penghubung. Style. Bentuk. Tanpa-henti. Berlapis-lapis makna. Mencampur merah dan hitam. Ikonografi. Semiotika. Semua bermain dalam content.
Layout (tata letak) dalam desain web dan iklan, juga demikian. Menentukan kotak dulu, baru apa isinya. Menentukan, ini pakai ukuran Magazine, A4, atau tabloid? Semua aplikasi punya prinsip sama: tentukan canvas (frame) kamu. Mau Story, wallpaper, atau thumbnail YouTube? Itulah ukuran awal. Pada awalnya, kita menentukan berapa besar medium yang kita pakai. Kemudian menentukan sistem grid (atau antigrid) yang kita pakai. Selanjutnya mengisi, dengan judul, subjudul, grafis, mengatur tipografi,
Bingkai (frame) mengundang provokasi dan rentan. Bingkai itu kosong namun penuh konsekuensi. Jika bingkai kamu ” square”, kamu kesulitan menerapkan prinsip panorama. Jika bingkai kamu “berita”, konsekuensi yang terjadi: harus faktual dan tanpa kekaburan data.
Desain content tidak pernah aman. Di situlah tempat keindahan terjadi, pengalaman berulang, dan mengizinkan orang lain ikut menambahkan “warna” di dalam pikiran mereka sendiri. [dm]