Bukan main tunjuk. Bukan menunggu yang-lain. Kepemimpinan datang dari inisiatif.
Pada suatu sore, kawan saya bertanya, “Bagaimana agar ide berikutnya merupakan ide besar, orisinal, dan bisa membuat kita menang bersaing?”.
Saya bertanya-balik, “Adakah ide yang seperti itu?”.
Tidak ada.
Kalau kamu menunggu momen “a ha!”, saya setuju dengan Mark Zuckerberg, kalau konsep momen “a ha!” itu tipuan.
Sebelum ada Facebook, sudah ada “media sosial”. Orang Roma sudah “fesbukan” 2000 tahun yang lalu. Mereka menulis di dinding publik, agar dibaca kawan mereka yang lewat, lebih dari 2000 tahun yang lalu — hampir mirip media sosial versi analog.
Kalau kamu menyadari sedang tidak mencari yang orisinal dan merasa sendirian, di situlah kamu punya banyak pilihan.
Kesempatan terjadi, ketika kamu sekadar ingin memecahkan masalah.
“Saya ingin memecahkan masalah ini, demi banyak orang.”.
Kepemimpinan, muncul dari kesadaran untuk “tahu jalan mana” dan bisa “menunjukkan jalan itu”.
Kepemimpinan bukanlah serigala terkuat yang minum lebih dulu. Kepemimpinan muncul di tengah yang-bukan-ketua, kemudian menunjukkan adanya mata-air alternatif, untuk semua orang. Agar tidak perlu antri.
Kepemimpinan tidak harus di depan, sebagai yang pertama. Kepemimpinan terjadi bukan karena orang-orang mencari pemimpin.
Kepemimpinan berasal dari inisiatif. “Saya bisa membantu kamu menyelesaikan ini..”.
Kita berada di tengah dunia yang penuh polesan. Kepribadian yang bisa dicitrakan dan dikembangkan, sebagai suatu “produk”, sebagai komoditas. Manajer penampilan. Meracik kata. Menebar racun kebencian.
Nilai-nilai itu menjadi “teknis”, berubah memiliki formula.
Kita di tengah perkalian dan pertumbuhan model bisnis yang “baru”, lapangan kerja baru, kemungkinan baru.
Kita hanya perlu lebih membuka mata, menawarkan inisiatif.
Di situlah kamu mulai memimpin. Sekalipun bukan sebagai ketua umum. [dm]