Kebutuhan pribadi akan agama, mencerminkan beberapa kebutuhan.
- Takut menghadapi kematian.
- Mencari makna kosmis, di mana hidup harus berarti.
- Struktur moral-metafisis yang menyatukan.
- Narasi bersama, perekat masyarakat yang kompleks.
Agama menjadi “teknologi kepercayaan sosial” untuk perilaku pro-sosial. Kepercayaan manusia terhadap “sesuatu” yang tak-nampak, sesuai fengan cara berpikir manusia yang abstrak. Orang ingin makna, keteraturan sosial, dan percaya pada hal yang tak-terlihat.
Orang semakin percaya ketika mengalami “pengalaman beragama”, yang mistis, seperti melihat kesembuhan seketika atau orang terhukum ketika bersalah.
Orang cenderung menafsirkan hal-hal seperti ini dengan keyakinan mereka. Agama sering diratifikasi, diberi “rating” dengan hal-hal seperti ini. Mereka bilang, “Agama kami sudah lama menjelaskan ini.”. [dm]