Orang di Google X mempunyai hashtag sakti: #MonkeyFirst.

Jika kamu ingin mempersembahkan pertunjukan, berupa atraksi seekor monyet yang bisa mengutip Shakespeare, manakah yang kamu kerjakan lebih dahulu: membuat landasan pilar tempat monyet itu mengutip Shakespeare, ataukah melatih monyetnya?

Banyak orang berpikir: membangun #landasan untuk monyet itu menari, lebih penting. Mereka ini sering bertanya, “Nanti acaranya di mana? Siapa saja yang datang? Berapa yang dihabiskan untuk acara ini?”.

Dan ketika mereka memiliki “landasan”, justru landasan itu tidak bisa dibawa ke mana-mana.

“Duh, maaf ya. Aku liburnya hari Minggu.”

“Aku ada sih, tapi di rumah. Sudah dibikin permanen.”

“Ingin lihat? Datang saja ke sana.”

Atau..

Jika mereka mendapatkan seekor monyet berbakat.. Yang bisa mengutip Shakespeare, mereka akan sangat menyayangi monyet itu. Monyet kesayangan. Ia harus ada dalam pertunjukan ini. Tanpa monyet ini, pertunjukan tidak terjadi.

“Monyet ini sudah aku asuransikan. Mahal.”

“Hey, Monyet. Jangan pergi dariku. Bisnis ini mati, kalau kamu pergi.”

“Monyet ini lebih aku sayangi daripada kru panggung. Monyet ini tak-tergantikan.”

#MonkeyFirst

Kedua hal tadi, pendekatan terhadap masalah, yang kurang tepat. Landasan, tidak bisa kamu bawa ke mana-mana. Monyet, kalau mati, kamu mau apa? Menutup tempat hiburanmu?

Yang justru diperlukan adalah: bagaimana melatih monyet.

Monyet apapun. Kamu perlu menemukan pelatih, atau metode melatih, yang bisa membuat sembarang monyet, dengan syarat dan ketentuan berlaku, agar bisa mengutip Shakespeare. Monyet yang bisa bermain drama, menjadi Hamlet dan King Lear.

Dengan cara seperti itu, kamu tidak bergantung pada landasan. Bisa bermain di mana saja. Dan monyet itu tidak takut, tidak harus di kandang berbentuk panggung.

Landasan, panggung, bisa dibuat siapa saja. Tetapi, monyet tidak.

Dengan cara seperti itu, kamu bisa membawa monyet ini ke mana saja. Bahkan tidak takut jika ia berbaur dengan monyet lain di habitat lama. Bahkan jika monyet itu sudah tidak bersamamu.

Jika kamu menjadi seorang guru, pikirkanlah seperti apa metode dan keahlian yang kamu gunakan. Untuk mendidik monyet.

Bukan mempercantik kelas dan menghiasnya menjadi landasan atraksi. Bukan pamer kepada semua orang, “Datanglah ke sini. Ke kelas permanen kami. Orang yang sekarang terkenal itu, dulu berasal dari sini, tetapi telah pergi.”.

Didik dulu monyetnya. Baru pikirkan landasannya, panggungnya. [dm]