Ketika perubahan budaya tidak terjadi.. Tetap ada korupsi, tetap ada gaslighting dan ketakutan yang dirawat sebagai status quo. Mereka tidak berubah karena tidak percaya perubahan.
Kebanyakan orang mengalami ini:
- Sinis. Tidak percaya kalau keadaan bisa berubah.
- Tidak “menghitung” kegagalan. Yang sebelumnya, dianggap telah gagal, gagal, dan yang berikutnya tidak ada jaminan berhasil.
- Bystander effect. Memilih memgamati, menyimak, gelar tikar, mendengarkan, menjadi silent reader, dan tidak turun-tangan. Sekilas, percaya kalau keadaan ini akam ada yang menolong, namun “bukan saya” atau “jangan saya”. Ini bukan “percaya” terhadap perubahan; lebih tepatnya: pasif, menunggu, tidak merasa itu menjadi tanggung jawabnya.
- “Saya tidak bisa..”. Merasa tidak punya kapasitas dan mental untuk menjalankan perubahan. Coba lihat apakah hidupnya berubah dibandingkan 5 tahun yang lalu? Singkatnya, dia tidak percaya-diri.
Semua itu tentang percaya dan tidak-percaya. Tidak ada orang sukses tanpa percaya dia akan sukses. Mereka membuka diri untuk sukses.
Mereka yang tidak berubah, berawal dari ketidakpercayaan. Yang sangat kuat, yang mereka rayakan. Mereka bukan takut gagal. Mereka takut keberhasilan.
Dalam suatu circle, tidak perlu semua orang siap berubah. Cukup 5% sadar dan mau berubah. Hanya 3% orang yang mau jalankan apa yang perlu berubah.
Dalam perubahan, lawan dari “percaya perubahan” adalah “takut perubahan”.
Tanggungjawab tidak sama dengan penugasan. Tanggung jawab adalah distribusi, seperti kepercayaan dan kepemimpinan. Tidak memusat. Semua orang punya inisiatif dan kapasitas masing-masing, namun percaya, perubahan bisa terjadi jika melakukan bersama.
Jika kamu tidak lakukan, pesaingmu yang akan lakukan. Mendahului kamu dalam bentuk tindakan. Pesaingmu akan memberimu penghargaan, karena dengan takut perubahan, kamu membuat usahanya berhasil.
“Percaya” perubahan, baru terjadi jika ada kesadaran dan tindakan. Bukan imajinasi, bukan ketakutan. [dm]