Sepertinya menyenangkan, kalau melakukan sesuatu atas dasar rasa “nyaman” (comfort). Alasan buruk, sebenarnya. Tidak bagus untuk orang lain. Nyaman bagi kamu, bisa jadi petaka bagi orang lain. Misalnya, kamu tiduran di kafe ketika yang lain ingin suasana bersemangat.
Bayangkan skenario lain: kamu melakukan apa saja demi pekerjaanmu, agar kamu bangga.
Seringnya, itu tidak nyaman.
- Steve Jobs tidak nyaman ketika harus tidur di tangga karena tidak kuat bayar sewa kamar asrama, namun ia tetap kerjakan obsesi memindahkan tipografi ke komputer Apple. Setelah dikeluarkan dari Apple, dia juga tidak nyaman, ketika ingin Pixar menjadi tempat seniman dan animator bersatu menciptakan film animasi yang belum ada lawannya sebelum Pixar berdiri.
- Elon Musk tidak nyaman ketika idenya di Space X terganjal peristiwa roket meledak.
- Jeff Bezos tidak nyaman ketika ide berjualan secara online melalui Amazon mendapat pertanyaan dari para investor, “Apakah kamu yakin ini akan sukses?”.
Begitu pula kisah orang-orang yang dengan pekerjaan mereka, pada awalnya sangat tidak nyaman. Sampai mereka “keluar” atau memilih bertarung sampai menemukan kesenangan yang belum pernah mereka temukan di pekerjaan sebelumnya.
Saya dapat pertanyaan dan keraguan dari orang-orang di sekitar saya ketika bekerja secara online, 12 tahun yang lalu. Sama ketika saya gencar mengajak kawan-kawan baca ebook, bukan buku kertas.
Belajar itu tidak nyaman. Mempelajari subject baru, itu tidak nyaman. Membaca buku di Android, pada awalnya juga tak-nyaman.
Seringnya, rasa nyaman mengalahkan tujuan yang lebih tinggi. Orang bisa dengan mudah memilih berkata “tidak” untuk tujuan jangka panjang. “Resistance” dan “inner critics” juga menjanjikan rasa nyaman.
Apakah kamu bangga dengan pekerjaanmu sekarang?
Bagaimana kamu melawan ketidaknyamanan untuk tujuan jangka panjang? [dm]