Terjadi ketika orang baca buku (atau dengar pemikiran orang), yang kita tidak setuju.. Dalam hati kita berkata, “Ini tidak tepat. Data yang dipakai, lemah.”. Kemudian ingin rasanya merevisi gagasan itu.
Sampai kemudian tidak melakukan apa-apa.
Dari kepedulian, yang berwujud kebencian, berubah menjadi ketidakpedulian. “Biarkan saja dia salah..”.
Belum tentu, pemikiranmu benar “besok”. Saya permah mengalami itu. Saya pikir, data yang saya pegang, paling “benar” dan bisa diandalkan. Ternyata belum-tentu.
“Kritik” berarti “pemeriksaan menyeluruh”. Ketidakacuhan tidak memperbaiki masalah. Tidak mencerahkan orang lain. Apalagi dalam bingkai kebencian.
Kita sering memelihara “id”, insting dasar tindakan, seperti ketika ingin melakukan sesuatu, atau makan karena lapar. Kita sering bermasalah pada “ego”, ketika ” id” berhadapan dengan realitas.
“Ego” kita bermasalah ketika dunia “saya” tidak kita lindungi. Membiarkan ketidaknyamanan terjadi. Setidaknya, kita perlu tetapkan batas-batas.
“Saya mentoleransi cara kamu duduk, tetapi tolong jangan rasis ketika berbicara. Kamu boleh tidak suka suara burung liar di sini, tetapi jangan menembak burung liar di sini.
Belajar dan kemanusiaan, bisa kita awali dengan kepedulian dan optimisme. Bukan dengan kebencian dan diam. [dm]