Biaya kebutuhan masih kalah dengan biaya kelakuan.
Kelakuan selalu dinilai terlalu mahal. Harus begini, harus begitu, dengan penyesalan tinggi ketika gagal.
Kalau kamu belum menguasai kelakuanmu sendiri, pegang uang berapapun bisa habis. Berkawan dengan siapapun, tidak berpengaruh mengubah dirimu. Apalagi hanya nasehat. Bisa jadi, dalil, nasehat, dll. hanya akan menjadi pembenar atau kambing hitam bagi perbuatan dan kegagalanmu.
Apa yang kamu dapat, kejadian yang menimpa kamu, berasal dari perbuatanmu sendiri. Lebih banyak dari masa lalu yang tidak terlalu kamu ingat. Setahun yang lalu, seminggu yang lalu, kemarin, coba periksa lagi.
Nggak usah kejauhan mencari orang lain atau dalil sebagai pembenar, atau menjadikannya sebagai kambing hitam kegagalan.
Ada yang lebih mudah dari itu, dalam memeriksa kelakuan kamu sendiri:
Siapa yang tentukan cara kamu bereaksi?
Kamu hanya bisa kendalikan reaksi kamu sendiri. Kamu tidak bisa meminta orang lain menuruti perintahmu, keinginanmu.
Tanyakan lagi, siapa yang tentukan cara kamu bereaksi, ketika kamu dengar ini, “Jangan lupa klik subscribe. Baca caption. Tap 2 kali kalau suka.”. Reaksi kamu, emosi kamu, selera kamu.
Siapa yang memilih informasi untuk kamu konsumsi?
Tanyakan itu ketika kamu dengar kalimat, “Baca ini. Jangan ketinggalan. Sedang ngehit. Viral.”
Siapa yang membuat keputusan, untuk menilai atau berhenti melakukan sesuatu?
Semoga jawabanmu adalah “saya sendiri”. Kamu berhenti ketika kalah melawan resistance yang memblokir pikiranmu sendiri.
Apa yang membuatmu mempercayai sesuatu sebagai “benar” atau “salah”?
Dengan kata lain, apa yang membentuk apa yang kamu yakini? Apa yang menentukan keputusanmu? Saya menggunakan “model mental“. Kamu sudah punya model mental?
Siapa yang ingin belajar sebagai investasi masa depan?
Bukan orang tua, bukan pemberi beasiswa, bukan penyedia kursus gratis, bukan program bank “kerja dulu, bayar nanti”.
Siapa yang kamu salahkan ketika kekecewaan terjadi?
Kamu layak memaafkan dirimu karena belum bisa menjadi yang paling ganteng, paling pintar, paling uwaow, dll. namun jangan maafkan dirimu yang menyerah dan berhenti.
Apa yang datang kepada kita, sering bukan atas keinginan kita, dibagikan, dipaksakan, ketika kita mengerti akibat negatifnya bagi kita. Kadang kita hanya tidak adil memperlakukan emosi kita sendiri.
Di masa lalu, kita sudah sering dengar jawaban terbaik dan melupakannya.
Dengan menjawab pertanyaan di atas, setidaknya kamu mengerti bagaimana bertanggungjawab atas kelakuanmu sendiri. Kemarin, sekarang, dan nanti. [dm]