Summary
Confirmation Bias adalah kesalahan berpikir. Orang memilih informasi yang mendukung keyakinan. Fakta yang menentang diabaikan.
Definisi dan Mekanisme
Bayangkan membaca berita. Hanya memilih artikel yang sesuai pandangan politik. Yang bertentangan? Dilewati. Itulah Confirmation Bias. Orang mencari bukti yang memperkuat keyakinan. Mengabaikan yang menantang. Otak lebih nyaman begitu. Realitas? Dunia penuh kontradiksi. Kebenaran tak selalu sesuai harapan.
Bias ini ada di mana-mana. Media sosial memperparah. Algoritma menampilkan konten serupa. Orang terperangkap. Mengira pandangan mereka selalu benar. Berita hoaks menyebar cepat. Publik tertipu. Kekacauan sosial muncul. Karena orang hanya percaya yang ingin mereka percaya. Akibatnya, keputusan keliru. Polarisasi meningkat. Bahaya. Confirmation Bias memecah belah. Membuat orang lupa. Kebenaran butuh pengujian.
Asal-Usul Istilah
Awalnya, untuk memahami kecenderungan kognitif dalam pengambilan keputusan. Konsep ini diperkenalkan oleh Peter Wason. Dalam eksperimen tahun 1960, dipublikasikan di Quarterly Journal of Experimental Psychology. Wason menunjukkan. Orang mencari bukti yang mendukung hipotesis. Bukan yang menyanggah. Istilah “confirmation bias” dipopulerkan dalam psikologi kognitif. Daniel Kahneman dalam Thinking, Fast and Slow (2011) memperkuat. Bias ini alami. Tapi bisa merusak.
Contoh
Berita Hoaks Virus. Publik Tertipu Keyakinan
Pandemi memunculkan hoaks pengobatan. The Lancet (2020, “The Spread of COVID-19 Misinformation”) melaporkan. Banyak percaya obat tak teruji. Karena sesuai keyakinan anti-vaksin. Berita hoaks menyebar. Publik menolak vaksin. Mengira itu konspirasi. Fakta ilmiah? Diabaikan. Kekacauan sosial terjadi. Lonjakan kasus. Orang sakit. Bagaimana orang salah memandang hoaks? Mengira informasi sesuai keyakinan adalah kebenaran. Bukan manipulasi. Mengapa? Orang hanya mencari bukti pendukung. Menolak data bertentangan.
Media Sosial. Gelembung Filter Mengacaukannya
Pengguna Twitter hanya mengikuti akun seideologi. MIT Technology Review (2018, “How Social Media Creates Echo Chambers”) mengungkap. Algoritma memperkuat pandangan serupa. Orang melihat postingan pendukung. Mengira semua setuju. Berita bertentangan? Tak muncul. Kekacauan sosial meningkat. Debat memanas. Polarisasi tajam. Bagaimana orang salah memandang media sosial? Mengira pandangan mereka universal. Bukan hasil algoritma. Mengapa? Orang memilih konten sesuai. Mengabaikan sudut pandang lain.
Investasi Kripto. Keyakinan Menipu Publik
Kripto melonjak. Orang percaya testimoni keuntungan. The Wall Street Journal (2022, “Crypto Scams and Confirmation Bias”) melaporkan. Investor mengabaikan peringatan risiko. Hanya baca cerita sukses. Publik tertipu. Skema ponzi berkembang. Kerugian miliaran. Orang bangkrut. Bagaimana orang salah memandang kripto? Mengira keuntungan pasti. Karena cerita pendukung. Mengapa? Orang mencari konfirmasi. Menghindari fakta kerugian.
Pemilu. Kekacauan dari Keyakinan Buta
Pemilih mempercayai narasi kandidat favorit. Political Psychology (2019, “Confirmation Bias in Elections”) menunjukkan. Orang hanya baca berita pro-kandidat. Hoaks tentang lawan menyebar. Publik terpecah. Kekacauan sosial muncul. Demo. Konflik. Bagaimana orang salah memandang pemilu? Mengira kandidat mereka sempurna. Karena bukti pendukung. Mengapa? Orang menolak kritik. Hanya cari konfirmasi.
Solusi
Jangan terjebak keyakinan buta. Berikut cara melawan Confirmation Bias:
- Cari fakta bertentangan. Baca pandangan lawan. Tanyakan. Apa yang menentang keyakinan? Kebenaran ada di sana.
- Tulis hipotesis. Catat keyakinan. Cari bukti yang menyanggah. Latih otak. Hadapi kontradiksi.
- Tanya “bagaimana kalau”. Uji skenario lain. Misalnya. Bagaimana kalau keyakinan salah? Fakta apa yang hilang?
- Dengar sudut pandang iblis. Pertimbangkan argumen terburuk. Lawan bias. Cari kelemahan keyakinan.
- Periksa sumber berita. Hoaks merajalela. Gunakan sumber kredibel. Jurnal. Laporan resmi. Bukan opini viral.
Dengan langkah ini, orang berpikir jernih. Bukan terperangkap keyakinan. Yang memecah belah. [dm]