Sering saya dengar orang mengeluh, “Saya tidak bisa ini..”, “Saya tidak bisa lakukan ini, karena..”. Keadaan itu tidak tetap. Kamu keluar dari keadaan “tidak bisa”, atau tepatnya keadaan menjadi berubah, jika kamu lakukan tindakan tepat. Permainan akan berubah.
Sebenarnya, kamu bisa. Tim Ferriss punya “fear settings” (mengatur takut), berupa 3 langkah mudah. “Tentukan rasa takut kamu, jangan tentukan tujuan kamu.”.
“Takut sukses” itu lebih berbahaya daripada “takut gagal”.
Saya hanya mau bilang, kalau kata “kita bisa” itu sakti dan ada bentuknya. Saya berikan sebuah contoh nyata. Seorang kawan berkata, “Saya tidak menguasai rumus ini. Kapasitas saya tidak mampu memikirkan ini..”.
Dia hanya sedang tidak percaya diri. Dia tidak percaya pada seruan “saya bisa..” kepada dirinya sendiri. Tepatnya, kalimat itu belum ia selesaikan.
Ada diagram menarik dari Bucketeer. Saya menyebutnya diagram “saya bisa, jika..”.
Bentuknya seperti ini:

Masalah datang. Perasaan berkecamuk. Menekankan. Membela diri. marah. Perbincangan penuh api.
Masalah adalah Kebalikan Harapan
Kita sering melihat, orang terkejut ketika masalah datang. Mereka melihat sesuatu di luar agenda: masalah.
“Masalah ini seharusnya tidak ada. Masalah tidak boleh ada di agenda kita. Singkirkan pengganggu bernama masalah ini.”.
Seandainya masalah itu seorang perempuan, tentu saja dia dapat diperlakukan secara mamusiawi. Bayangkan, seorang perempuan muncul ketika kamu sedang rapat, waktu yang tak-tepat, mengganggu rencana terbaik tentang pengelolaan dana 125 juta.
Apakah dia terlalu cantik sehingga konsentrasi kita kacau? Atau mengundang konflik gender karena banyak lelaki secara refleks terganggu dan terlalu memperhatikan “masalah” itu?
Mungkin kita tidak segera “menggunakan” perempuan ini, jika kita memandang masalah secara berbeda.
Kita sering berharap, situasi “sekarang” adalah kebalikan dari “masalah”.
Kita harap hasil berbeda ketika sedang menyadari masalah datang. Seandainya kita punya baju Iron Man, tentu kita sampai ke tujuan dalam 5 menit. Kalau saja saya bisa berbahasa Inggris, tentu saya nggak perlu baca subtitle ketika menonton film. Kita berharap sebaliknya, meskipun tahu sekarang bukan itu yang terjadi.
Tidak Tahu Masalah
“Harapan ini yang membuat kita semakin kacau.”. Begitulah kata orang yang merasa gagal dalam cinta dan cita-cita.
Inilah yang disebut “tidak tahu masalah”.
Predikasi “tidak tahu masalah” dalam percakapan sehari-hari, terutama ketika setengah marah, adalah label yang sangat buruk. “Kalau kamu tidak tahu masalahnya, lebih baik diam. Dengarkan.”.
Pernah dapat kalimat itu dari kawanmu? Rasanya menyakitkan sekali.
“Tidak tahu masalah” juga memperlihatkan kebodohan tanpa kita tahu. Saya sering mendengar cerita, dari kawan yang tidak tahu apa itu blockchain (secara luas) dan bagaimana bekerja dari jauh, tetapi memakai kalimat, “Sekarang zaman blockchain, bekerja cukup dari rumah, bisa dapat duit.”.
Orang ini jelas punya harapan tetapi “tidak tahu masalah”.
Kita Bisa, Jika..
Bagaimana kalau kita pilih perspektif berbeda dalam melihat ” masalah”?
Saya “tidak bisa” melakukan ini.. —- adalah masalah kamu.
Kita bisa ubah “tidak bisa” menjadi “kita bisa, jika..”.
- Kita bisa jika cara-pandang kita terhadap masalah ini kita bingkai-ulang menjadi begini..
- Kita bisa jika ketakutan ini kita atasi dengan “fear setting” dari Tim Feriss: definisikan, cegah, dan perbaiki.
- Kita bisa jika hilangkan X agar kita bisa lakukan Y
- Kita bisa jika sudah akses pengetahuan..
- Kita bisa jika mengganti “ini” menjadi “itu”.
- Kita bisa jika pendanaan di bagian X kita tutup dengan..
- Kita bisa jika tahu ini dari ahli yang bisa kita akses melalui..
- Kita bisa jika ada sumberdaya dari..
Lihat lagi masalahmu dari perspektif berbeda. Bingkai-ulang. Selesaikan kalimat itu. Kita bisa. [dm]