Quote dari novel Legends of Two Cities. Novel ini menceritakan sepasang kawan, yang satu merasa hidupnya lebih banyak keburukan, sedang yang lain ingin melakukan perubahan sosial. Kemudian yang merasa hidupnya buruk, berkorban. Bisa begitu, karena wajah mereka mirip. Novel ini punya opening yang kuat sekali.
“Ini adalah masa-masa terbaik, ini adalah masa-masa terburuk, ini adalah masa kebijaksanaan, ini adalah masa kebodohan, ini adalah zaman kepercayaan, ini adalah zaman ketidakpercayaan, ini adalah musim terang, ini adalah musim kegelapan, ini adalah musim kebangkitan harapan, ini adalah musim keputusasaan, kita semua memiliki segala sesuatu di depan kita, kita tidak memiliki apa-apa di depan kita, kita semua menuju langsung ke Surga, kita semua menuju langsung ke arah yang lain – singkatnya, periode ini sangat mirip dengan periode sekarang, sehingga beberapa otoritas terdengar terlalu keras yang menuntut agar ia diterima, baik untuk kebaikan atau keburukan, hanya dalam tingkat perbandingan superlatif saja.” – Charles Dickens
*) “It was the best of times, it was the worst of times, it was the age of wisdom, it was the age of foolishness, it was the epoch of belief, it was the epoch of incredulity, it was the season of Light, it was the season of Darkness, it was the spring of hope, it was the winter of despair, we had everything before us, we had nothing before us, we were all going direct to Heaven, we were all going direct the other way – in short, the period was so far like the present period, that some of its noisiest authorities insisted on its being received, for good or for evil, in the superlative degree of comparison only.” – Charles Dickens