Menonton film “Yaksha – Ruthless Operation” 2022.
Ceritanya, seorang jaksa disingkirkan, karena melawan kriminal raksasa. Di kantor baru, ia dapat misi ke Korea Utara, sebagai supervisor. Korea Utara penuh agen asing:
Korsel, Korut, Russia, dan Jepang. Pemerintah Korsel bilang, banyak agen mereka yang bekerja dengan metodenya sendiri, banyak dugaan pembelotan, dan bermain sebagai agen ganda. Jaksa ini pergi ke Korut, menemui para agen Korsel. Maunya, mereka harus melapor, sesuai prosedur, dan itu berarti menceritakan operasi mereka aekarang.
Para agen yang sudah menetap di Korut ini dipimpin Yaksha.
Sampai di Korut, Sang Jaksa dapat “sambutan resmi”. Ada banyak tipuan, kekerasan, bahkan ia dijebak. Terbangun dalam keadaan telanjang, ada pelacur di sampingnya, dan suara polisi Korut datang melakukan penggerebegan.
Setelah berhasil selamay dan melewati “ujian standar” Sang Jaksa baru mengerti dunia para agen ini yang sebenarnya.
- Mereka memang selalu bikin laporan palsu ke pusat.
- Mengadakan operasi hitam (black ops).
- Tidak percaya kepada orang pusat.
Alasannya, situasi di Korut jauh lebih rumit dari yang dibayangkan pemerintah Korsel. Mereka menduga, banyak pemain yang menjadi boneka agen Jepang. Banyak pejabat korup.
Misi mereka sekarang adalah menyelamatkan anak seorang agen, yang diduga membawa daftar nama seluruh agen asli yang sudah di bawah kendali Jepang. Banyak agen sebelumnya mati karena pengkhianatan.
Cerita baru menarik ketika ternyata Si Anak agen yang menjadi buruan ini, ternyata telah mendapatkan didikan dari bapaknya, sebagai agen yang sangat andal.
Akhirnya terjadilah permainan agen yang membuat pimpinan agen Korsel menampilkan kekejaman sebagai Yaksha. Dewa dari Neraka yang menghukum mereka yang melakukan pengkhianatan. Dan Sang Jaksa dari Pusat, yang semula lunak, berubah menjadi ganas di tengah operasi.
Pesan menarik yang saya dapat dari film ini.
(1) Seorang leader (pemimpin) mengatasi masalah, berada di depan ketika kawannya mendapatkan masalah. Seorang pengelola (manager) hanya berurusan dengan “melaksanakan perintah dari atas”. Praktik yang sering terjadi: leader berani melanggar peraturan hanya jika ia memiliki visi (pandangan) jauh ke depan.
(2) Daftar nama berurusan dengan nyawa. Selain itu, kita baru bisa melihat jaringan dan hirarki, jika memahami: misi, perintah, dan laporan.
Apa misinya? Apa perintahnya? Bagaimana laporannya? Siapa yang memberikan perintah dan yang diberi perintah?
(3) Firasat baru terlatih jika secara teknis sering teruji dalam banyak kasus.
(4) Kuta tidak bisa melihat identitas, ancaman, dan tujuan orang, hanya dari penampilan dan aktivitas mereka. Jabatan dan pekerjaan, bisa jadi hanya casing.
(5) Di perbatasan negara dan di lapangan, segala hal yang tidak terencana dan tidak ada dalam “perintah” bisa terjadi. Kamu memiliki “code” (aturan), “intel” (informasi), dan “peluru”. Ketiganya bisa membuatmu hidup atau mati.
Sudah menonton film ini? [dm]