Dengan menggunakan website ini, kamu setuju dengan Kebijakan Privasi dan Syarat Penggunaan. Tenang, ini bukan web komersial dan nggak ada spam.
Terima
Sak JoseSak JoseSak Jose
Pemberitahuan Lebih banyak
Ubah Ukuran FontAa
  • Artikel
  • Note
    • Catatan
    • Berpikir
    • Bekerja
    • Cerita
    • Digital
    • Masalah
    • Movie, Series
    • Quote
  • Menulis
  • Puisi
  • Bias
Baca: Budaya Pameran Kemiskinan
Bagikan
Ubah Ukuran FontAa
Sak JoseSak Jose
  • Artikel
  • Note
  • Menulis
  • Puisi
  • Bias
Search
  • Artikel
  • Note
    • Catatan
    • Berpikir
    • Bekerja
    • Cerita
    • Digital
    • Masalah
    • Movie, Series
    • Quote
  • Menulis
  • Puisi
  • Bias
Sudah punya akun? Masuk
Ikuti Kami
Artikel

Budaya Pameran Kemiskinan

Day Milovich
Senin, 15 Januari, 2018
Bagikan
Bagikan

Kemiskinan selalu menarik dipamerkan, untuk alasan seni ataupun meningkatkan utang luar negeri. “Kemiskinan” dipamerkan, namun, proses “pemiskinan” jarang diungkapkan.

Xin Hua News Agency mengadakan acara pameran foto tahunan bertajuk “Zoom-in on Poverty”, menyorot lebih-dekat kemiskinan. Selain bekerja sama dengan UNDP (Program Pembangunan PBB) tahun 2011, sampai kemudian Kantor Berita Antara Indonesia tahun 2012 ikut mengadakannya. Label di balik acara tersebut adalah “perang melawan kemiskinan”. Ada banyak event seperti ini. Kalaupun tidak menggunakan label resmi “kemiskinan”, setidaknya banyak produk terkait pemandangan kemiskinan di Indonesia, dipamerkan kepada publik. Termasuk kepada luar negeri, tentu saja.

Media sering memandang kemiskinan sebagai ekses negatif globalisasi di bidang ekonomi. Kemiskinan sering ditampilkan dalam visual rumah kumuh, tubuh kurus kurang-makan, atau pewartaan foto yang lebih “berbicara” daripada sekadar pelaporan data statistik seputar kemiskinan ataupun investigative reporting.

Kemiskinan digambarkan sebagai “produk”, ampas buruk dari developmentalisme.

Pameran kemiskinan ini semacam “kesalahan logika” (logical fallacy) dalam memandang realitas, mengingat bahwa “perang melawan kemiskinan” menjadi seruan baru di zaman baru, yang sering dikumandangkan NGO (Non-Governmental Organization, berbeda dari LSM) dan pengkritik globalisasi.

Melawan “pemiskinan” (proses memiskinakan orang lain) lebih mendasar daripada melawan “kemiskinan”. Melawan pemiskinan berarti melacak terbentuknya kemiskinan. Mencari peran kebijakan negara dan korporasi lintas-negara (MNC, Multinational Corporation) dalam memiskinkan orang banyak merupakan salah satu contohnya.

Ada beda mendasar antara melawan pemiskinan dan melawan kemiskinan.

Melawan pemiskinan itu mencari akar, memasuki proses pembentukan kemiskinan agar dapat mencegah efek domino yang lebih buruk. Contoh melawan pemiskinan adalah menolak utang luar negeri. Melawan kemiskinan bersifat temporer, hanya mengatasi permukaan. Memperlihatkan bagaimana kongsi dagang luar negeri melalui WHO mengeluarkan lisensi kesehatan yang membuat hasil pertanian di Indonesia digantikan produk luar negeri, adalah contoh melawan pemiskinan. Lihatlah, bagaimana Indonesia mulai mengimpor gula, beras, melarang tembakau, mengganti minyak kelapa sawit dengan minyak impor, dll.

Contoh melawan kemiskinan adalah: memberikan bantuan lima juta kepada seorang ibu miskin untuk biaya hidup sehari-hari. Berguna, tetapi tidak berjangka panjang, dan tidak mencegah jejaring lain yang menyebabkan tetangga dan anaknya miskin.

Televisi sangat rajin menyebarkan kuis kejutan, membagi uang cuma-cuma, sebagai bentuk kepedulian terhadap kaum miskin. Ada “tangan tersembunyi” (invisible hand) di balik semua yang gratisan, ada produk raksasa yang mengeluarkan recehan dari sekian persen keuntungannya dalam meraih simpati “melawan kemiskinan”. Partai politik juga demikian. Slogannya, selalu bagus.

Selain televisi, masih banyak media dan event yang menggunakan kemiskinan sebagai “inspirasi”. Mari melihat karya seni Indonesia kontemporer, seberapa sering mereka memamerkan kemiskinan? Berapa sering media mencantumkan angka statistik seputar kemiskinan, lantas data ini digunakan LSM dan NGO untuk mendapatkan bantuan dari luar negeri? Berapa pihak swasta asing yang rutin membiayai perbaikan ekonomi di Indonesia? Kemiskinan selalu dipamerkan, dengan banyak maksud di baliknya: ada pameran, proposal, kepedulian, pengentasan, dll.

Ada yang baik, buruk, ada pula tidak diketahui maksudnya.

Bank Indonesia mencatat nilai utang luar negeri perbankan mencapai 3,6 miliar dolar AS, sedangkan utang luar negeri swasta yang didapat dari Eropa mencapai 7 miliar dolar AS. Rasio utang luar negeri swasta dibanding produk domestik bruto (PDB) sampai Oktober 2012 mencapai 27,3 persen. Kalau sudah sampai 30%, Indonesia bisa kembali me-replay krisis ekonomi 1998. Laporan Bank Indonesia tahun 2012 mencatat, utang luar negeri mengalami peningkatan: tahun 2006 sebesar 132,63 miliar dollar AS dan 2011 menjadi 221,60 miliar dollar AS. Itu baru utang luar negeri. Angka tersebut sudah tidak lagi menggetarkan karena rakyat Indonesia sudah “kebal” (immune) terhadap penampakan kemiskinan yang dipamerkan.

Seorang teman pernah berseloroh, “Tampaknya di Indonesia hanya ada 2 cara untuk bebas dari kemiskinan: pertama, dapat hadiah kuis dan kedua, korupsi.”

Keduanya biasa dipraktekkan di Indonesia. Dan dipamerkan.

Pameran kemiskinan apa yang sedang kamu lihat hari ini? [dm]

Perkosaan Massal, Mei 1998, Belum Terselesaikan Sampai Sekarang
Fokus yang Terampas
10 Kekerasan Simbolik yang Sering Terjadi
25 Pemicu Psikologis yang Membuat Orang Membeli
Kekerasan Mimetis, Kelompok Kebencian Online, dan Festival Sejati
KEYWORD:artikel day milovich
olehDay Milovich
Ikuti
Webmaster, artworker, penulis tinggal di Rembang dan Kota Lama Semarang. Bekerja di 5 media berita.

Terbaru

Puisi

Benteng Sunyi

Day Milovich
Day Milovich
Rabu, 18 Juni, 2025
Perkosaan Massal, Mei 1998, Belum Terselesaikan Sampai Sekarang
Mengharap Kejujuran
Persamaan Mereka
Pilihan Perempuan

Terpopuler

CatatanMasalah

Hubungan Kita Harus Berakhir

Day Milovich
Day Milovich
Rabu, 13 Mei, 2020
Creative Agency Kamu Bermasalah
Periksa Akurasi Berita dengan Daftar Ini
Tentang Literasi Buku dalam Ketidakhadiran Literasi Finansial dan Digital
64. Bias Pemikiran Kelompok

SakJose adalah website milik Day Milovich. Khusus untuk orang kurang kerjaan.

Address:
Rumah Popo Jl. Branjangan No.10, Tj. Mas, Kec. Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50174

Tulisan Unggulan

Benteng Sunyi

Day Milovich
Day Milovich
Rabu, 18 Juni, 2025

Perkosaan Massal, Mei 1998, Belum Terselesaikan Sampai Sekarang

Mengharap Kejujuran

Persamaan Mereka

Pilihan Perempuan

Satu Rahasia

Powered by:

  • HaloSemarang.id
  • JatengToday.com
  • IndoRaya.news
  • Mercusuar.co
  • MetroSemarang.com
  • MetroJateng.com
  • HOME
  • MANIFESTO
Baca: Budaya Pameran Kemiskinan
Bagikan
  • /WORKSHOP
  • /STATUS
  • /INDEX
    • Indoraya News
    • Jateng Today
Baca: Budaya Pameran Kemiskinan
Bagikan

Copyright (c) 2025

© Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username atau email
Password

Lupa password?