in

Penanaman Sejuta Kaos

Gerakan menanam sejuta pohon, sering tidak berlanjut dengan perawatan. Saat tanamannya tidak terdengar kabarnya, kaosnya masih bertuliskan “Gerakan Tanam 1 Juta Pohon”.

Tanaman bisa mengurangi kebisingan (polusi udara), merupakan pendingin alami, menyimpan air-tanah, bisa untuk kepentingan apotik hidup dan bumbu dapur, sekaligus hiasan. Ada banyak jenis tanaman pengurang polusi, antara lain: pohon palm (chrysalidocarpus lutescens), kelengkeng (bisa meredam polusi suara), pohon bungur dan mahoni (untuk menyerap timbal di jalan raya), spider plants (yang biasa ditaruh di pot), lumut (semakin banyak lumut, kualitas udara semakin bagus), sirih belanda (devil’s ivy, biasa di pot juga), kembang sepatu untuk menyerap nitrogen, sanseviera (lidah mertua, bisa menyerap 107 jenis racun, termasuk nikotin dan radiasi), pohon trembesi (untuk menyerap karbondioksida), dan bunga krisan (chrysanthemum, untuk menyerap benzene pemicu kanker).

Pohon penyerap polusi ini sekarang jarang ditanam secara massal. Pohon-pohon itu masih berkembang banyak di tahun 1980-an di sekitar rumah. Sekarang sudah jarang ditemukan.

Pohon merupakan shelter (tempat perlindungan) sekaligus landmark (marka tanah) alami. Tidak seperti monumen perang yang dibangun untuk mengenang kematian, pohon adalah sesuatu yang hidup, bukan “bangunan asing”. Tidak seperti rumah yang dikuasai, pohon selalu bermanfaat bagi semua orang.

Kalau memperhatikan peta-peta desa masa kolonial yang masih bisa diakses di perpustakaan Belanda, terdapat “legenda” (keterangan tanda di peta) tentang jenis pepohonan yang ada pada masa itu (1835-1942). Banyak desa dinamai berdasarkan rumpun pepohonan, jenis tanaman, kebiasaan petani, serta “legenda” (cerita terjadinya sebuah tempat) berdasarkan mitos dan cerita-tutur. Tanaman, mendominasi sejarah desa-desa di Jawa. Salah satu asal kata “Semarang”, dalam kajian sejarah kota, berasal dari “asem arang” (tempat yang terdapat pohon asem jarang).

Singkat cerita, zaman berubah: revolusi industri menghasilkan banyak mesin-mesin produksi sumber polusi, kolonialisme, penjarahan, kendaraan bermotor, semuanya membuat dunia menjadi bising, penuh polusi, mengikis kesuburan. Tanaman dinilai berdasarkan produktivitas, bukan lagi menimbang daya dukung lingkungan-hidup. Pembukaan lahan, penguasaan mesin-mesin produksi, merubah wajah lingkungan hidup. Manusia tidak lagi mengendalikan alam, bumi sering marah dalam wajah bencana.

Orang diminta kembali menanam pohon, dengan banyak motif: penyadaran atau mobilisasi politik. Menanam pohon dikampanyekan secara massal sebagai salah satu metode mobilisasi politik. Kampanye disampaikan secara verbal: penanaman 1 juta pohon, penanaman 1 milyar pohon. Tidak jarang pula, dirayakan dalam event yang menghabiskan banyak biaya. Sering terjadi paradoks di balik kesadaran menanam pohon secara massal ini.

Bantuan bibit selalu disertai bantuan dana (untuk menanam). Bukan rahasia lagi, banyak biaya tanam yang tidak turun sampai ke kota, padahal pencanangan gerakan 1 milyar pohon ini mendapatkan dana 15% anggaran APBN dari setiap departemen. Tanggal 10 Januari ditetapkan sebagai Hari Sejuta Pohon Sedunia.

Siapa saja diajak menanam, tanpa hitungan berapa juta yang ditanam. Anak-anak kecil dan pelajar, orang tua, polisi, sampai pemusik. Setiap kota, memiliki target sendiri-sendiri untuk menanam mencapai hitungan satu juta. Pemerintah menerapkan gerakan 1 milyar pohon (itu berarti 1 juta dikalikan sejuta). Tidak jelas dikenali, bibit pohon apa yang diturunkan atau mau ditanamkan, dengan catatan, setiap kota memiliki kontur tanah dan jenis tanaman berkembang yang berlainan. Semestinya dipertimbangkan pula, keanekaragaman hayati dari jenis pohon yang akan ditanam.

Bibit itu didapatkan dari mana? Apa yang terjadi setelah penanaman pohon?

Orang sering lupa cara merawatnya. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyiram 1 juta pohon? 1 milyar pohon? Petani memiliki 3 cara memperlakukan pohon: menanam, merawat, dan memanen hasilnya. Gerakan penyadaran didasari tanggung jawab terhadap lingkungan hidup, tidak jarang  berhenti pada slogan. Kaos-kaos bertuliskan “Gerakan Tanam 1 Juta Pohon”, “Gerakan Tanam 1 Milyar Pohon”, ada pula event musik, atau mengajak anak kecil dan orang tua bersepeda bersama menanam pohon, lantas setelah itu apa? Perawatan tidak diperhatikan tidak akan memenuhi target penyadaran publik dan penjagaan lingkungan hidup, akhirnya, kaosnya masih tetapi tanamannya entah, padahal biaya yang telah dikeluarkan milyaran rupiah.

Tanaman apa yang diam-diam tidak lagi tumbuh di sekitarmu? [dm]

Written by Day Milovich

Webmaster, artworker, penulis tinggal di Rembang dan Kota Lama Semarang.

Mata Uang Kedua Bernama “Informasi”

Dangdut Koplo Live (Diskotik Publik dan Mobilisasi Politik)